Seniman Nyoman Nuarta Ungkap Potensi Ekonomi Seni Rupa
Seni rupa tak hanya dinilai dari bahan, tapi juga maknanya.
Jakarta, FORTUNE – Seniman kawakan sekaligus perancang Istana Presiden di Ibu Kota Nusantara (IKN), Nyoman Nuarta, mengungkap sejumlah potensi ekonomi seni rupa.
Menurutnya, roses ekonomi dalam industri seni rupa bisa dinilai dari sisi langsung dan tak langsung. “Kalau langsung, dari pecinta seni langsung ke senimannya sementara yang tidak langsung, contohnya melalui pariwisata,” ujar Nuarta, secara tertulis kepada Fortune Indonesia, Jumat (13/10).
Pada 2019 saat pandemi belum merebak, pendapatan sektor pariwisata mencapai Rp220 triliun, yang 70 persennya dari pariwisata budaya, termasuk di dalamnya industri seni rupa.
“Jadi mestinya dari pendapatan sekian besar itu dikembalikan untuk pelestarian dan pengembangan budaya Indonesia, karena potensi ekonomi seni rupa yang tidak langsung–terutama lewat pariwisata–jauh lebih besar dari proses ekonomi langsungnya,” kata Nuarta.
Nilai seni
Nuarta menjelaskan bahwa nilai sebuah karya seni rupa bergantung pada aspek seninya, bukan semata soal bahan pembuatnya. Ia menyadari bahwa bahan-bahan seperti logam, perunggu, atau kuningan, akan membuat karya seni rupa–patung misalnya–menjadi lebih bernilai. “Tapi tetap, ide dan nilai seni yang membuat karya itu bernilai tertinggi,” katanya.
Nuarta tak menampik bila menghitung nilai sebuah karya seni memang tidak ada standarnya. Nilai tersebut sangat bergantung pada nilai apresiasi, terutama siapa yang mengapresiasinya.
Dalam penentuan nilai ini, peran galeri bersama pihak-pihak yang tergabung di dalamnya–seperti art dealer sampai kurator dan asesor, sangat krusial. Biasanya, pertimbangan yang dijadikan faktor penentu harga, antara lain tren yang sedang berkembang di pasar, jumlah demand, reputasi senimannya, sampai proyeksi apresiasi karya seni itu ke depannya.
Pembeli karya seni
Jual beli karya seni juga menurutnya bergantung pada siapa yang membawa calon pembeli atau kolektor, serta bagaimana mendapat minat para kolektor ini untuk mengadopsi karya yang ditampilkan di galeri tersebut. Jadi, bisa disimpulkan bahwa yang membeli karya seni, umumnya adalah kolektor dan investor.
“Kalau investor akan mengharapkan suatu hari harganya naik dan dia mengandalkan proyeksi dari kurator tentang hal tersebut. Deal dengan investor lebih mudah walaupun belum tentu dia ngerti seni, dia percaya proyeksi kurator,” ujar Nuarta.
Sementara, kalau kolektor berbeda, karena ada keinginan untuk memiliki sebuah karya seni, disimpan, dan dipamerkan kepada khalayak, bahkan menjaga supaya karya seni rupa tersebut tidak keluar dari Indonesia.
Soal rasa
Dalam kesempatan berbeda, founder dari pameran seni ArtMoments, Sendy Widjaja, mengatakan bahwa peran karya seni rupa saat ini sangat penting bagi semua sektor. Pada sektor properti, sentuhan karya seni akan saling melengkapi.
“Menurut saya, para pemain properti itu harus mempunyai koleksi seni kalau mau properti mereka hidup. Tanpa seni, properti mereka cuma bangunan kosong,” kata Sendy kepada Fortune Indonesia, Jumat (8/9).
Oleh sebab itu, menurutnya, literasi di bidang seni harus dimulai sejak dini, termasuk pada anak-anak. Karya seni tak hanya bisa dinikmati, namun juga membawa sebuah kesan tersendiri atas ruang yang ditempatinya. “It's not about the size, but it's about the taste,” ujar Sendy.