Dalam perpajakan, istilah PKP dan non-PKP cukup familier di kalangan pemilik usaha. Kedua istilah tersebut biasanya dipakai sebagai status yang dikenakan pada perusahaan.
Sebuah perusahaan juga memiliki kewajiban sebagai wajib pajak atas kegiatan usaha yang dilakukan. Dalam sistem perpajakan Indonesia, perusahaan berstatus PKP dan non-PKP memiliki kewajiban dan hak yang berbeda.
Lantas apa saja perbedaan PKP dan non-PKP dalam sistem perpajakan di Indonesia? Berikut beberapa perbedaan yang penting untuk diketahui wajib pajak.
Pengertian
Salah satu perbedaan PKP dan non-PKP yang mudah untuk dikenali adalah pengertiannya.
Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1993 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan perubahannya (Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009).
Berdasarkan aturan yang berlaku, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BPK) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang dikenai pajak.
Di sisi lain, perusahaan berstatus non-PKP adalah badan usaha yang tidak berkewajiban melakukan penyerahan BPK atau JKP yang dikenai pajak.
Kriteria wajib pajak
Status PKP biasanya diberikan kepada pengusaha atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Untuk bisa mendapatkan status PKP, sebuah perusahaan harus memenuhi beberapa kriteria tertentu. Persyaratan tersebut wajib dipenuhi untuk bisa dikukuhkan sebagai PKP.
Salah satunya adalah omzet penjualan barang dan/atau JKP melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dan pengusaha yang sukarela memilih dikukuhkan sebagai PKP meskipun omzetnya di bawah Rp4,8 miliar.
Selain itu, pengusaha yang bergerak di bidang ekspor barang dan/atau jasa kena pajak juga bisa mengajukan pengukuhan PKP.
Sementera itu, status non-PKP dikenakan kepada perusahaan yang belum memenuhi kriteria tersebut atau di luar pengusaha berstatus PKP.
Kewajiban
Perbedaan PKP dan non-PKP berikutnya juga bisa dilihat dari kewajiban masing-masing dalam pembayaran pajak.
Perusahaan berstatus PKP wajib memungut PPN atas penyerahan BKP atau JKP, menerbitkan faktur pajak, melaporkan SPT yang telah dipungut ke kas negara, dan mengirim SPT Masa PPN setiap bulan.
Sementara itu, pengusaha non-PKP tidak diwajibkan untuk melakukan hal tersebut terkait penyerahan barang dan/atau jasa PPN. Meskipun begitu, pengusaha non-PKP diwajibkan untuk membayar Pajak Penghasilan Final (PPh Final).
Hak
Selain kewajiban yang menjadi tugas utamanya, PKP dan non-PKP memiliki hak yang berbeda dan menjadi keuntungannya.
Dengan status PKP dan melaksanakan kewajiban, perusahaan bisa mengkreditkan pajak masukan, sehingga mengurangi beban pajak. Selain itu, perusahaan bisa meningkatkan kredibilitas bisnis dan memenuhi syarat untuk bisa bekerja sama dalam proyek pemerintah.
Hal tersebut berbeda dengan perusahaan non-PKP yang tentunya belum berhak atas keuntungan tersebut. Namun, urusan administrasi perusahaan non-PKP lebih sederhana.
Pasalnya, non-PKP tidak perlu mengelola pembukuan atau laporan terkait PPN, sehingga prosesnya lebih mudah dibandingkan perusahaan berstatus PKP.
Hal tersebut tentu memudahkan pengusaha kecil yang masih berproses dalam mengembangkan usahanya.
Di tahun 2025, pemerintah resmi memakai sistem administrasi perpajakan terbaru, yaitu Coretax. Dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Coretax menjadi upaya pemerintah untuk memberikan layanan perpajakan yang lebih tersentralisasi.
Meskipun begitu, tidak jarang wajib pajak mengeluhkan kendala ketika mengakses Coretax. Menanggapi kendala yang dirasakan masyarakat, DJP sedang melakukan perbaikan dalam implementasi Coretax.
“DJP terus melakukan perbaikan dengan harapan tidak ada lagi masalah yang dihadapi oleh wajib pajak dalam mengakses layanan Coretax DJP.
Kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam membantu pemerintah memilliki sistem informasi yang maju,” jelas Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP dalam keterangan tertulis pada tanggal 13 Januari 2025, dikutip Jumat (31/1).
Demikian beberapa perbedaan PKP dan non-PKP yang dapat dipahami oleh wajib pajak. Semoga bermanfaat!