Riset Mastercard: Optimistis Hadapi Ancaman Resesi 2023
Belanja konsumen mulai pulih ke tingkat sebelum pandemi.
Jakarta, FORTUNE - Meski kondisi global dipenuhi ketidakpastian, tetapi pertanyaan mengenai pergerakan ekonomi serta pertumbuhan dan perilaku belanja konsumen terus membayangi para pelaku industri.
Melihat proyeksi mendatang, Mastercard Economics Institute merilis proyeksi tahunan mereka untuk tahun mendatang yang menunjukkan bagaimana ekonomi global “multi-kecepatan” baru akan berdampak pada pertumbuhan dan perilaku belanja konsumen.
“Economic Outlook 2023” mengacu pada kumpulan data publik dan eksklusif, serta model yang bertujuan memproyeksikan aktivitas ekonomi. Laporan ini mengeksplorasi empat tema yang akan terus membentuk lingkungan ekonomi global di negara-negara dan kota-kota di seluruh dunia, termasuk Indonesia dan wilayah Asia Pasifik—suku bunga yang tinggi dan perumahan, pengurangan harga dan pencarian barang yang tepat, harga dan preferensi, serta guncangan dan omnichannel.
Chief Economist, Asia Pacific and Middle East Africa of the Mastercard Economics Institute, David Mann, mengatakan pelonggaran pembatasan perbatasan pandemi di seluruh Asia Timur Laut akan menjadi faktor perubahan besar bagi Asia Pasifik saat kita memasuki tahun 2023.
“Di seluruh kawasan, belanja konsumen secara luas telah pulih ke tingkat sebelum pandemi. Para konsumen merespons inflasi yang lebih tinggi dengan memilih merek-merek yang lebih terjangkau dan toko-toko di mana mereka bisa lebih berhemat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal Ini memberi jalan untuk ‘euforia pembukaan kembali.
Dia menambahkan, hal itu terutama untuk ekonomi yang bergantung pada pariwisata, di mana perjalanan, layanan perhotelan, dan pengalaman tetap merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran konsumen.
Berikut ini empat poin penting yang bisa menjadi pertimbangan para pelaku bisnis untuk menentukan arah ataupun pengambilan keputusan.
4 Poin Penting Proyeksi Ekonomi 2023
1. Suku Bunga Mengubah Cara Konsumen Berbelanja
Setelah bertahun-tahun booming perumahan, suku bunga yang lebih tinggi diperkirakan akan menekan anggaran biaya hidup, serta semakin mengubah cara konsumen berbelanja.
Laporan menyebutkan, di negara negara diperkirakan pengeluaran terkait perumahan akan mengalami penurunan sekitar 4,5 persen selama tahun 2023, di bawah level sebelum pandemi. Di Thailand, pengeluaran terkait perumahan turun sebesar 1,5 poin persentase pada tahun 2022 dibandingkan tahun 2019.
2. Konsumen Mencari Merek Terbaik
Walaupun terjadi inflasi, pengeluaran konsumen secara keseluruhan akan tetap bertahan dengan konsumen memilih merek-merek yang terjangkau dan mencari nilai terbaik. Secara global, jumlah kunjungan konsumen yang membeli bahan makanan di toko fisik meningkat sebesar 31 persen tahun ini dibandingkan tahun 2019, namun pengeluaran rata-rata per kunjungan berkurang sekitar 9 persen.
Selain untuk mengatur pengeluaran, hal tersebut juga dikarenakan konsumen ingin mengurangi jumlah bahan makanan yang terbuang. Hingga September 2022, frekuensi belanja bahan makanan konsumen di Indonesia meningkat sebesar 35 persen dibandingkan September 2019, namun untuk pengeluaran berkurang 3,1 persen per kunjungan.
3. Efisiensi bagi Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah
Karena biaya makanan dan energi menghabiskan sebagian besar dari anggaran konsumen, rumah tangga dengan pendapatan lebih rendah akan merasakan tekanan yang sangat kuat. Dari 2019 hingga 2022, kami melihat pengeluaran diskresioner oleh rumah tangga berpenghasilan tinggi tumbuh hampir dua kali lebih cepat dari rumah tangga berpenghasilan lebih rendah.
Namun, sebagian besar kesenjangan ini akan berkurang dengan normalisasi inflasi. Economics Institute memperkirakan tekanan inflasi akan mereda tahun depan, dengan tingkat inflasi rata-rata negara maju turun dari 7,1 persen YOY di Q4 2022 menjadi 3,1 persen YOY di Q4 2023.
Di Vietnam, dari 2019 hingga 2022, pengeluaran diskresioner untuk pemegang kartu affluent naik sebesar 124,9 persen, sementara pengeluaran diskresioner untuk pemegang kartu non-affluent naik sebesar 43,3 persen, selisih 82 poin persentase.
4. Optimistis dengan Omnichannel
Bisnis dengan strategi omnichannel akan lebih dapat bertahan karena berfokus pada pelanggan. Menurut analisis kami, penggunaan strategi multichannel memberikan peningkatan sebesar 6 poin persentase pada penjualan sektor ritel selama tahun 20225. Namun, restoran kecil dan besar dapat bertahan dari kerugian sebesar 31 persen selama puncak lockdown dengan strategi omnichannel.
Selain itu, toko pakaian omnichannel kecil juga mengungguli perusahaan khusus daring dan fisik, dengan masing-masing tumbuh 10 persen dan 26 persen lebih cepat.