Gaikindo Tak Merevisi Target Penjualan Mobil Meski Suku Bunga BI Naik
Hingga akhir tahun penjualan mobil dipatok 1,05 juta unit.
Jakarta, FORTUNE - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 6 persen diprediksi tidak berdampak terhadap penjualan mobil dalam jangka pendek. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) optimistis pasar kendaraan akan tetap tumbuh dan tak merevisi target penjualan mobil hingga akhir tahun.
Kenaikan suku bunga dikhawatirkan mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap kendaraan. Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto mengatakan, kebijakan suku bunga diharapkan tidak langsung direspons perusahaan pembiayaan. "Harapannya perusahaan leasing tidak terburu buru menaikkan bunga pembiayaan Kendaraan Bermotor (KBM)," kata Jongkie kepada Fortune Indonesia, Senin (23/10).
Dengan dengan asumsi tersebut, penjualan mobil hingga akhir tahun diperkirakan masih mencapai 1.050.000 unit. Data Gaikindo merekam, sepanjang Januari-September 2023 penjualan mobil nasional secara wholesales mencapai 755.173 unit. Angka itu turun tipis 0,4 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 758.217 unit. Sedangkan secara ritel, penjualan mobil naik 1,9 persen menjadi 746.239 unit.
Toyota masih menempati posisi puncak penjualan mobil nasional secara ritel dengan total 237.442 unit, diikuti 149.625 unit, dan Honda di posisi ke tiga dengan total 97.026 unit hingga kuartal III 2023.
Kenaikan Suku Bunga BI
Sebelumnya, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI (BI) 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6 persen. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 Oktober 2023.
"Suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility juga naik masing-masing sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen dan 6,75 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (19/10).
Perry mengatakan kenaikan ini juga diputuskan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation), "sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1 persen pada 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024," ujarnya.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar diperkuat dengan efektivitas implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran juga terus ditingkatkan untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah," katanya.