Merdeka Battery Materials Jajaki Kerja Sama Produksi Anoda dan Katoda
MBMA harap dapat bangun ekosistem baterai EV hulu-hilir.
Jakarta, FORTUNE - PT Merdeka Battery Materials (MBMA) menjajaki peluang untuk memproduksi anoda dan katoda untuk baterai kendaraan listrik dengan menggandeng mitra asing.
GM External Affairs PT Merdeka Battery Materials, Muhammad Toha, menjelaskan jika rencana tersebut terealisasi, ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir diharapkan dapat segera terbentuk di Indonesia.
"Ke depannya memang ada rencana kami untuk menggandeng partner kami untuk bisa membangun project anoda dan katoda. Tapi ini memang sedang dalam proses pembicaraan lebih lanjut," ujarnya dalam webinar bertajuk "Peluang Investasi Hilirisasi Sektor Mineral", Senin (14/8).
Toha mengatakan saat ini MBM memiliki sumber daya mineral 1,1 miliar dry metric ton (dmt) yang mengandung 13,8 juta ton nikel (77 persen berkadar limonit) dan 1 juta ton kobalt. Lokasinya berada di tambang Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang dimiliki perusahaan bersama Tsingshan Group.
Kelak sumber daya tersebut akan diproses di fasilitas smelter RKEF—PT Cahaya Smelter Indonesia (CSI) dan PT Bukit Smelter Indonesia (BSI)—yang beroperasi memproduksi Nickel Pig Iron (NPI) di Kawasan Industri Morowali (IMIP).
MBM juga berencana untuk meningkatkan nilai tambah dalam bisnis hilir dengan memodifikasi salah satu lini produksi smelter RKEF yang ada dan memasang konverter pada smelter ZHN untuk memproduksi nickel matte kadar tinggi--yang cocok untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.
Selain itu, MBMA juga tengah menjajaki proyek HPAL yang dapat mengolah bijih limonit dari tambang SCM dengan kapasitas yang masing-masing direncanakan 120kt per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP).
MHP adalah produk intermediate nikel yang dihasilkan dari bijih nikel laterit yang akan menjadi material tambahan yang digunakan dalam produksi baterai. Rencananya, MHP direncanakan mulai diproduksi pada 2025 untuk memasok para pembeli perdana.
Proyek AIM I
Di luar proyek RKEF dan HPAL, MBMA juga tengah menggarap proyek acid iron metal yang akan memproses bijih pirit kadar tinggi (besi sulfida) dari tambang tembaga Wetar menghasilkan logam, seperti pelet besi, tembaga, emas dan perak, serta asam sulfat dan uap.
Toha mengatakan proyek AIM I diharapkan akan memulai kegiatan operasi pada pertengahan kedua 2023 dengan kapasitas produksi asam terpasang sebesar 1,2 juta ton per tahun pada 2024.
Menurut Toha, AIM I adalah proyek pertama di Indonesia yang bahan bakunya berasal dari material buangan dan bijih kadar rendah yang diambil dari tambang yang terletak di Provinsi Maluku.
“Material sisa hasil pengolahan kegiatan kami di Pulau Wetar kemudian akan kami kirimkan. Di Morowali kemudian akan kami ekstraksi lebih lanjut dan menghasilkan aneka produk,” ujarnya.
Nantinya, asam sulfat yang dihasilkan dari fasilitas tersebut akan diintegerasikan pada pabrik HPAL di Morowali dan menjadi bahan pendukung atau sumber energi di sana.