BUSINESS

MIND ID Rela Cuma Punya Saham Minoritas di Perusahaan Hilir Baterai EV

MIND ID akan jadi pemain dominan di sektor hulu baterai EV.

MIND ID Rela Cuma Punya Saham Minoritas di Perusahaan Hilir Baterai EVDirektur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso. (Website SMGR)
13 September 2022

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, mengatakan perusahaannya rela menjadi pemegang saham minoritas pada industri hilir baterai kendaraan listrik (EV Battery) yang akan dibangun bersama dua mitra swasta asing.

Sebab, kata dia, kekuatan MIND ID sebagai induk usaha BUMN pertambangan ada di sisi hulu, yakni kepemilikan cadangan sumber daya nikel—bahan baku baterai.

Karena itu, dalam kerja sama pengembangan ekosistem baterai EV, porsi kepemilikan saham terbesar akan ada di pengelolaan tambang atau sektor hulu. Di sana, anggota grup MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk atau Antam, akan memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan patungan yang bakal dibentuk, yakni masing-masing 51 persen. 

Sementara sisa yang sekitar 49 persen akan dikuasai oleh mitra swasta asing, yakni LG Energy Solution dan Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL)—anak usaha Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL),

"Antam akan berperan sebagai pengelola secara aktif terhadap kegiatan pertambangan," ujarnya dalam rapat kerja di Komisi VI, kemarin (12/9).

Di sektor middle stream, kepemilikan saham pada perusahaan smelter patungan bersama kedua mitra akan berkurang menjadi sekitar 40 persen. Pada level itu, anggota grup MIND selain Antam, yakni Indonesia Battery Corporation (IBC), juga akan terlibat.

Mereka akan menggunakan teknologi RKAF ataupun HPAL untuk mengolah bahan baku nikel menjadi produk turunan seperti katoda dan prekursor. 

Semakin ke hilir, porsi kepemilikan saham perseroaan di JV akan semakin berkurang karena penguasaan teknologi dan pangsa pasar berada di pihak mitra.

"Pada mata rantai berikutnya, di mana ada kebutuhan teknologi dan kapital yang sedemikian intensif, kami tentunya harus melakukan perimbangan, dengan merelakan kepemilikan mayoritas atas stage-stage berikutnya seperti di HPAL, nikel sulphate, precursor, di katoda sampai ke baterai selnya sendiri kepada mitra strategis kami," tuturnya.

Meski demikian, Hendi menegaskan bahwa MIND ID terus memantau perkembangan teknologi baterai listrik ke depan, terutama dari sisi penggunaan mineral lainnya. Termasuk, kata dia, juga kemungkinan berkembangnya kendaraan berbahan bakar selain listrik yakni hidrogen. 

"Tapi, kalau melihat animo yang kami terima, tidak hanya dari perusahaan EV Battery, tapi juga perusahaan otomotif dunia seperti Volkswagen, Ford Motor company, juga Tesla. Itu kami optimistis bahwa minimal dua atau mudah-mudahan tiga dekade ke depan pengembangan ini akan menambah manfaat besar bagi bangsa," ujarnya.

Antam hitung valuasi sumber daya nikel

Sebelumnya, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, Nico Kanter, mengatakan perusahannya masih menghitung valuasi sumber daya nikel yang akan mereka tambang untuk bahan baku baterai kendaraan listrik (EV Battery).

Pasalnya, valuasi tersebut akan menentukan setoran modal Antam pada dua perusahaan tambang hasil patungan dengan LG Energy Solution dan CBL.

"Posisinya Antam nanti untuk di hulunya. Kami akan menandatangani joint venture dengan CBL dan CATL di mana kita sebagai pemilik resources kita tentunya memiliki equity terbesar. Jadi, nantinya dalam JV kita akan memiliki 51 persen. Begitu juga dengan LG. Mereka akan memiliki 49 persen," ujarnya.

Menurut Nico, butuh jutaan metrik ton nikel untuk memasok proyek raksasa industri baterai EV yang terintegrasi hulu ke hilir tersebut. Untuk proyek Titan, yang perusahaan patungannya dibentuk bersama LG, misalnya, Antam memerlukan pasokan ore nikel sebanyak 16 juta metrik ton per tahun. Sementara untuk proyek Dragon bersama CBL, dibutuhkan pasokan ore nikel 16 juta ton per tahun.

Karena itu, valuasi cadangan nikel mereka harus dihitung dengan ekstra hati-hati. Terlebih, hitungan tersebut juga akan menjadi dasar penghitungan modal di perusahaan patungan pada sektor middle stream, yakni smelter yang memproses ore nikel menjadi feronikel dengan teknologi RKAF atau Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan teknologi HPAL.

"Jadi kalau resources, kami akan melakukan valuasi komprehensif. Karena ini jadi modal kita juga. Jadi kita akan melakukan ini dengan dibantu konsultan. Dan pada akhirnya, sebelum kita mendivestasikan (cadangan) ini akan mendapatkan persetujuan KJPP. Jadi kita akan memvaluasi ini dengan sebaik mungkin," ujarnya.

Saat ini saja, kata Nico, masih terjadi perdebatan dalam proses penentuan valuasi sumber daya nikel tersebut. Ia mengatakan pihak partner menggunakan valuasi berdasarkan standar internasional yang hanya melihat cadangan (reserve). Sementara Antam ingin penghitungan juga dilakukan dengan mempertimbangkan sumber dayanya (resources).

"Kami mau resources juga yang belum dikonversi harus dihitung. Penghitungannya pakai metode mana ini juga yang masih dikaji dibantu konsultan dan KJPP," katanya.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.