PLN Energi Primer Catat Transaksi hingga Rp190 Triliun
Rata-rata HOP pasokan batu bara PLN di atas 20 hari.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan perusahaannya telah mulai merasakan dampak positif pembentukan holding, yang salah satunya adalah peningkatan transaksi energi primer di PT PLN.
"Transaksinya PLN energi primer Indonesia langsung Rp190 triliun. Jadi, ini perusahaan energi primer kelistrikan terbesar di Asia Tenggara," kata Darmawan dalam rapat kerja di Komisi VII, Rabu (8/2).
Dampak positif lain juga dapat dirasakan dalam hal kecukupan pasokan energi untuk pembangkit listrik yang saat ini mencapai rata-rata hari operasional pembangkit (HOP) di atas 20 hari—terbaik sepanjang sejarah perusahaan.
Sebelumnya, kata Darmawan, rata-rata HOP pembangkit PLN bahkan sempat di bawah lima hari karena pengiriman pasokan sering terlambat menyusul tersebarnya rantai pasok batu bara di PLN dan masing-masing anak usaha PLN, mulai dari PJB hingga Indonesia Power.
Kini, setelah manajemen energi primer PLN dikonsolidasikan ke dalam subholding Energi Primer, berbagai kendala yang membuat pasokan energi seret mulai teratasi.
"Dulu kalau ada keterlambatan saya harus cek ini yang mana. Pengadaan divisi batu bara kah? Pengadaan PLN Batu Bara? Pengadaan Indonesia Power? Pengadaan Nusantara Power? Pengadaan dari Tanjung Jati dan sebagainya? Saya harus ngecek dari lima ini. Nah, sekarang kita konsolidasi ke satu subholding, termasuk pengadaan gas dan BBM," ujarnya.
Fokus Subholding
Subholding energi primer ini berfokus pada pelaksanaan tata kelola hingga rantai pasok dari sumber energi primer untuk pembangkit, yaitu batu bara, gas dan BBM. PLN Energi Primer Indonesia memiliki tiga anak usaha, yaitu Coal Mining Company, Gas Midstream Company, dan Logistic Coal Company.
Subholding ini, kata Darmawan, mengamankan pasokan energi primer untuk menghasilkan listrik hingga 280.000 Gigawatt Hour (GWh) per tahun.
Selain bertumpu pada energi primer, saat ini PLN masih mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dalam operasionalnya menerapkan teknologi co-firing. Teknologi ini membutuhkan biomassa sebagai subtitusi dari batu bara.
Melalui subholding yang sekarang ini, PLN juga membentuk entitas baru yang khusus mengurusi biomassa.