UMKM di antara Dampak Pandemi dan Ekonomi Hijau
UMKM memegang peran penting dalam perekonomian nasional.
Jakarta, FORTUNE - Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terbukti mampu bertahan di tengah krisis. Meski terdampak oleh pengetatan pembatasan sosial, sebagian besar UMKM di Indonesia memilih untuk meneruskan kegiatan bisnisnya. Bahkan, kemungkinan, kelompok usaha ini bakal mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan.
Temuan tersebut merupakan hasil kesimpulan survei yang dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP), Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), dan perusahaan telekomunikasi Indosat Ooredoo. Survei ini berlangsung pada Juli-Agustus dan melibatkan 3.000 UMKM.
Peran penting UMKM dalam perekonomian nasional direkam KemenkopUKM. Menurut data lembaga tersebut per 2019, sekitar 60,5 persen output perekonomian atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia disumbang oleh kelompok usaha ini. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha ini juga besar, yakni 119,6 juta orang atau hampir 97 persen dari total angkatan kerja Indonesia.
Jumlah UMKM dalam negeri juga begitu banyak dengan mencapai 65,4 juta unit. Bandingkan dengan jumlah usaha besar atau korporasi yang hanya 5.637 unit. Dengan kondisi seperti itu, bisa dibilang UMKM ini merupakan tulang punggung perekonomian nasional.
Seperti halnya korporasi, UMKM juga terdampak oleh pandemi. Survei UNDP, KemenkopUKM dan Indosat menemukan, pada saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat, sejumlah UMKM menyebutkan mereka mengalami kerugian hingga 50 persen.
Meski begitu, UMKM mampu bertahan dengan tidak memikirkan rencana untuk menutup usahanya secara permanen. Menurut survei yang sama, 45,2 persen responden UMKM menyatakan mereka masih beroperasi secara normal di tengah PPKM Darurat. Sedangkan 30,9 persen sisanya masih beroperasi sebagian.
Namun sayang, dampak pandemi terhadap UMKM lebih berat terutama untuk pekerja perempuan. Menurut survei tersebut, hanya 19,7 persen UMKM perempuan yang melaporkan mencari bantuan dari program bantuan tunai pemerintah dibandingkan dengan 26,9 persen UMKM laki-laki.
Ekonomi hijau
Meski tengah terdampak pandemi, UMKM kemungkinan mulai tertarik memanfaatkan potensi ekonomi hijau dan bisnis berkelanjutan. Survei yang sama menyebutkan, sekitar 95 persen UMKM menyatakan minatnya pada praktik ramah lingkungan. Kondisi ini terutama terjadi pada UMKM milik perempuan.
Menurut survey dimaksud, 90 persen UMKM lainnya juga tertartik menerapkan praktik bisnis inklusif, salah satu komponen penting dari agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Menanggapi hasil survei tersebut, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, pun mengatakan pemerintah meminta UMKM untuk mengadopsi praktik bisnis yang hijau dan berkelanjutan.
“Langkah-langkah mencari keuntungan yang merusak lingkungan kita harus ditinggalkan. Kegiatan ekonomi termasuk produksi, konsumsi dan distribusi harus memprioritaskan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia dalam jangka panjang,” kata Teten, Kamis (14/10).
Teten menambahkan, saat ini juga banyak pengusaha muda yang telah meluncurkan bisnis barang-barang ramah lingkungan. “Kita harus terus mendukungnya. Bisnis hijau,” katanya.
Sementara, Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, mengatakan lembaganya meminta para pemangku kepentingan untuk bekerja sama meningkatkan sektor UMKM. Hal ini demi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
“Kita harus menangkap peluang untuk transisi yang lebih berani dan menuju ekonomi hijau dengan praktik yang lebih inklusif. Rilis penelitian ini menegaskan bahwa sebagian besar pemain di sektor UMKM yang sangat berpengaruh menginginkan permainan berubah,” kata Norimasa.
Norimasa juga berharap bahwa laporan ini bisa memberikan wawasan yang lebih tajam tentang sektor usaha ini. “Kami mendorong diskusi tentang kebijakan yang dapat membantu UMKM mengatasi tantangan mereka saat ini,” katanya.