Data OJK: Warga Indonesia Banyak Tak Patuh Bayar Utang Paylater

Data NPF gross pada Agustus 2024 sebesar 2,52 persen

Data OJK: Warga Indonesia Banyak Tak Patuh Bayar Utang Paylater
Telkomsel PayLater memungkinkan pelanggan untuk melakukan transaksi beragam produk dan layanan digital yang ada di Aplikasi MyTelkomsel. Dok/Telkomsel.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Nilai outstanding pembiayaan BNPL di Indonesia naik 89,20% yoy menjadi Rp7,99 triliun per Agustus 2024.
  • Baki debet kredit BNPL tumbuh 40,68% yoy menjadi Rp18,38 triliun dengan jumlah rekening tercatat mencapai 18,95 juta pada Agustus 2024.
  • Tantangan pembiayaan paylater meliputi NPF gross yang mencapai 2,52%, potensi gagal bayar tinggi, dan pelemahan daya beli masyarakat serta PHK dapat meningkatkan angka NPF gross ke depannya.

Perkembangan bisnis dari perusahaan pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) atau Paylater di Indonesia terus menunjukkan tren meningkat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan nilai outstanding di sektor ini per Agustus 2024 sebesar Rp7,99 triliun atau naik 89,20 persen secara year-on-year (YoY).

Dalam laporan terbaru, porsi produk kredit BNPL perbankan sebesar 0,24 persen. Sedangkan baki debet kredit BNPL tumbuh 40,68 persen YoY menjadi Rp18,38 triliun dan jumlah rekening tercatat mencapai 18,95 juta pada Agustus 2024.

Namun, di balik pertumbuhan ini, terdapat tantangan yang perlu digarisbawahi. Data pembiayaan paylater yang masuk dalam golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet atau non-performing financing (NPF) gross di angka 2,52 persen.

Dari data OJK, angka NPF gross pada pembiayaan BNPL tertinggi pada Mei 2024 sebesar 3,22 persen, dan sempat turun pada Juni menjadi 3,07 persen. Meskipun secara kumulatif angka NPF gross masih di bawah ketentuan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/2/PBI/2021—dengan total kredit atau pembiayaan bermasalah secara bruto harus di bawah dari 5 persen, namun Pengamat Next Policy Dwi Raihan mengatakan, tren ketidakpatuhan pembayaran paylater ini harus menjadi perhatian oleh penyedia layanan BNPL maupun OJK.

Ia menjelaskan, sejak pertama kali muncul, tren pada industri BNPL terekam selalu tumbuh positif. Di saat bersamaan, pembiayaan BNPL—yang secara administrasi lebih mudah dibandingkan kartu kredit— mempunyai potensi gagal bayar cukup tinggi. Terlebih, bagi BNPL yang bukan dari perbankan, yang mengandalkan data non historis transaksi keuangan.

Karena tidak menggunakan data historis keuangan dalam menyaring konsumen, paylater cenderung lebih mudah membuat profil debitur “unbankable”. Sifat kredit juga umumnya untuk tujuan konsumtif sehingga dapat memicu impulsive buying dan perilaku boros yang sering berakhir dengan kegagalan membayar.

Di sisi lain, alarm penting terhadap ekosistem bisnis BNPL juga adanya kondisi terjadinya pelemahan daya beli masyarakat dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di Tanah Air. Kondisi ini, kata Dwi, bisa berefek negatif akan meningkatkan angka NPF gross ke depannya.

Industri paylater yang memiliki aset dan pemain yang semakin besar memerlukan koordinasi serius antara pelaku industri bersama OJK dalam rangka membuat ekosistem BNPL yang sustain dan sehat.

Diperlukan penerbitan aturan khusus industri BNPL, terutama terkait sistem pengamanan data, perlindungan konsumen, standar manajemen risiko serta model bisnis.

Dalam hal ini, pemerintah dapat mendorong penyedia BNPL lebih transparan terkait term and conditions, terutama denda, penagihan dan bunga.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menjelaskan, meski pertumbuhan paylater terus menunjukkan tren kenaikan, tetapi penyedia BNPL harus lebih menerapkan prinsip kehati-hatian.

Penyedia BNPL perlu tidak hanya fokus pada pemberian pinjaman, tetapi juga memastikan bahwa masyarakat mampu membayar. Penyedia juga bertanggung jawab memberikan literasi kepada masyarakat dengan mudah dan lengkap, tidak hanya terkait promo dan kemudahan.

OJK Siapkan Regulasi BNPL

source_name

Saat ini OJK sedang menyusun regulasi yang mengatur industri BNPL. Nantinya, industri ini akan dilakukan penataan, seperti parameter screening untuk memperkuat proses akuisisi, menurunkan tingkat penerimaan debitur hingga mengingatkan debitur sebelum jatuh tempo untuk mencegah keterlambatan pembayaran.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menuturkan, pihaknya menyusun secara mendalam regulasi mengenai paylater guna mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen.

Dari keterangan yang diterima, pada Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024-2028, regulasi mengenai BNPL akan mewadahi metode penilaian kredit atau credit scoring, suku bunga dan biaya-biaya lain.

Selain itu, regulasi juga akan menitikberatkan pada perlindungan data pribadi, mekanisme layanan pengaduan, mekanisme penagihan, pelaporan informasi konsumen, kolektibilitas hingga kemitraan penyelenggaraan paylater.

Peta jalan yang rencananya diterbitkan tahun depan ini diharapkan mampu menjawab keresahan atas standar manajemen risiko serta model bisnis BNPL ke depannya.

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

Most Popular

Riset: Gaji Pekerja Startup di Indonesia Menurun Tajam Sepanjang 2023
Jokowi: Deflasi dan Inflasi Harus Tetap Seimbang dan Terkendali
Kurs Rupiah terhadap Dolar Hari Ini, 7 Oktober 2024: Melemah 0,92%
OJK Ungkap 5 Modus Kejahatan yang Bisa Kuras Isi Saldo M-Banking
OJK Sebut Paylater Sebabkan Anak Muda Terlalu Banyak Utang
BUKA Melejit 25% di Awal Pekan Ini, Ada Isu Akuisisi Temu