Jakarta, FORTUNE - Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memprediksi Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan Suku Bunga Acuannya di level 6,25 persen.
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, suku bunga acuan yang tetap tersebut lebih dipengaruhi oleh beberapa indikator. Salah satunya sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang cenderung dovish dan berpotensi menurunkan suku bunga acuanya di sisa tahun 2024.
“Karena The Fed saat ini mengambil sikap yang lebih dovish, arus modal telah masuk ke pasar negara berkembang dan Rupiah telah terapresiasi secara signifikan selama beberapa minggu terakhir, saat ini berada di kisaran Rp16.110/US$, menandai kenaikan 2,23 persen selama sebulan terakhir,” kata Teuku melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (16/7).
Cadev RI kuat dorong stabilisasi Rupiah
Di sisi lain, cadangan devisa (cadev) Indonesia masih meningkat sekitar US$1,2 miliar menjadi US$140,18 miliar di bulan Juni 2024. Ia memandang, meningkatnya cadangan devisa dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah menyusul kebutuhan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah di bulan lalu.
“Sehingga, posisi cadangan devisa di Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Angka ini jauh lebih tinggi dari standar kecukupan internasional yaitu sebesar tiga bulan impor,” kata Teuku.
Berdasarkan analisa LPEM UI, nilai tukar Rupiah saat ini tercatat sekitar Rp16.110/US$, atau menguat sekitar 2,23 persen dalam sebulan terakhir. Sejak awal tahun Rupiah memang sempat tercatat melemah sebesar 4,65 persen secara year to date (ytd). Namun pihaknya menilai nilai tukar garuda ini memiliki performa yang lebih baik ketimbang mata uang negara sejenis, termasuk Peso Argentina, Lira Turki, Peso Filipina, dan Baht Thailand.
Inflasi RI dalam tren yang rendah
Indikator lainnya yang membuat bank sentral menahan bunga acuanya ialah Inflasi RI yang cukup rendah. Tercatat, pada enam bulan memasuki tahun 2024, inflasi umum melambat menjadi 2,51 persen (yoy) pada Juni 2024 atau turun dari 2,84 persen (yoy) pada Mei 2024.
“Ini menandai tingkat inflasi umum terendah dalam sembilan bulan terakhir dan berada di tengah kisaran target BI sebesar 1,5 persen hingga 3,5 persen,” kata Teuku.
LPEM UI memandang, penurunan inflasi umum terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan setelah musim panen dan periode permintaan yang rendah setelah perayaan Idul Fitri di bulan April. Inflasi untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau menurun menjadi 4,95 persen (yoy) pada Juni 2024 dari 6,18 persen (yoy) pada Mei, mencapai level terendah dalam delapan bulan terakhir.