Jakarta, FORTUNE - Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) terbaru mencatat kelompok pekerja seperti Petani, peternak, Nelayan memiliki indeks inklusi keuangan terendah, yakni sebesar 62,26 persen. Nilai itu lebih rendah dari level inklusi keuangan secara nasional yang mencapai 75,02 persen pada 2024.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat sekaligus Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menilai kondisi tersebut membuat para nelayan dan petani rentan terjerat pinjaman online (Pinjol), apalagi syarat pinjaman dari bank dinilai masih sulit dijangkau.
“Pembiayaan dari bank yang masih sulit karena bank memiliki persyaratan tertentu yang mungkin susah untuk dipenuhi masyarakat seperti perlu adanya agunan fisik. Sehingga, pinjol masih bisa masuk sampai ke masyarakat karena dapat memberikan pinjaman tanpa agunan,” kata Trioksa ketika dihubungi Fortune Indonesia di Jakarta, Senin (5/8).
Literasi keuangan nasional capai 65,43%
Di sisi lain, SNLIK juga mengungkapkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia mencapai 65,43 persen, sedangkan indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia mencapai 39,11 persen.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan SNLIK 2024 menerapkan parameter literasi keuangan yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku, sementara indeks inklusi keuangan menggunakan parameter penggunaan (usage) terhadap produk dan layanan keuangan.
“Penggunaan parameter ini sesuai dengan indikator yang digunakan dalam International Survey of Financial Literacy atau INFE,” kata Amalia.
Berdasarkan gender, indeks literasi keuangan perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan indeks literasi keuangan laki-laki, yakni masing-masing 66,75 persen dan 64,14 persen. Indeks inklusi keuangan perempuan juga lebih tinggi dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan laki-laki, yakni masing-masing 76,08 persen dan 73,97 persen.
Literasi keuangan di kota lebih tinggi ketimbang desa
Sementara itu, bila dilihat berdasarkan klasifikasi desa, indeks literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan masing-masing 69,71 persen dan 78,41 persen, lebih tinggi dibandingkan di wilayah perdesaan yakni masing-masing 59,25 persen dan 70,13 persen.
Berdasarkan umur, kelompok 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 18-25 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, yakni masing-masing 74,82 persen, 71,72 persen, dan 70,19 persen.
Sebaliknya, kelompok umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing 51,70 persen dan 52,51 persen.
Selanjutnya, untuk kelompok umur 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 18-25 tahun memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni masing-masing 84,28 persen, 81,51 persen, dan 79,21 persen.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi, menyebut pihaknya akan semakin menggiatkan kegiatan literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok yang masih rendah tingkat inklusi dan literasi keuangannya.
Fokus OJK untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan baik konvensional maupun syariah tertuang dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (2023-2027).