Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio Kredit Macet atau Non Performing Loan (NPL) untuk segmen UMKM berada pada level 4 persen pada September 2024 atau mengalami tren peningkatan bila dibandingkan dengan posisi 3,88 persen pada September 2023. Persentase kredit macet ini menjadi potensi untuk dihapuskan oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 namun dengan melalui seleksi berbagai ketentuan.
“Tren pertumbuhan UMKM memang cenderung melambat, sejalan dengan risiko kredit UMKM yang meningkat ditandai dengan NPL yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi tersebut menyebabkan perbankan lebih berhati-hati (prudent) ketika akan menyalurkan kredit kepada pelaku UMKM,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, OJK Dian Ediana Rae melalui keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Jumat (15/11).
Lebih rinci Dian menjelaskan, risiko kredit pada segmen mikro justru lebih baik dibandingkan dengan rasio NPL segmen kecil dan menengah. Tercatat, NPL UMKM mikro sebesar 3,25 persen, UMKM kecil: 4,22 persen, dan UMKM menengah 5,17 persen.
“Risiko kredit UMKM saat ini masih cukup tinggi dibandingkan kredit non-UMKM mengingat pelaku UMKM didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah serta kecenderungan perekonomian saat ini mengarah pada capital intensive seiring dengan pemanfaatan teknologi informasi pada berbagai aspek bisnis,” jelas Dian.
Kredit UMKM tumbuh 5,04% jadi Rp1.495 triliun
Dengan demikian, hingga posisi September 2024, penyaluran kredit UMKM perbankan tercatat sebesar Rp1.495,94 triliun atau dapat tumbuh positif yaitu sebesar 5,04 persen (yoy), meskipun pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan September 2023 yang sebesar 8,34 persen (yoy).
Dian berpandangan, pertumbuhan kredit sektor UMKM saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi makroekonomi, antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat, serta dinamika global termasuk situasi geopolitik yang berpengaruh pada berbagai aspek perekonomian domestik.
“Meskipun hingga September 2024 masih terdapat tantangan dalam penyaluran kredit kepada UMKM, Himbara dan Perbankan lainnya tetap optimis dan mendukung upaya Pemerintah untuk dapat meningkatkan penyaluran kredit kepada pelaku UMKM secara sehat dan berkesinambungan, sebagaimana secara historis telah secara konsisten dilakukan,” kata Dian.
Hal tersebut antara lain dilakukan melalui dorongan inklusi keuangan dengan perluasan jaringan Laku Pandai serta konsistensi pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan insentif aktivitas pembiayaan terhadap debitur UMKM untuk mendorong pertumbuhan usaha.
Estimasi nilai utang UMKM yang dihapus mencapai Rp10 triliun
Selanjutnya pada tahun mendatang, dukungan Industri Perbankan terhadap pertumbuhan UMKM dinilai tetap akan optimis yang tercermin dari proyeksi rencana bisnis yang meningkat setiap tahunnya.
“Dengan proyeksi ekonomi Indonesia yang akan semakin membaik kedepannya, disertai dengan kondisi politik yang stabil, tentunya diharapkan dapat membawa dampak positif pada aktivitas bisnis UMKM dan pergerakan ekonomi masyarakat, sehingga pada gilirannya kredit UMKM juga akan mampu tumbuh secara berkelanjutan,” kata Dian.
Berbagai pihak, termasuk Pemerintah, OJK, perbankan, maupun stakeholders lainnya, juga diharapkan terus memberikan berbagai dukungan dalam mendorong pertumbuhan UMKM yang merupakan salah satu aspek penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
OJK juga akan mendorong Perbankan untuk dapat menyalurkan kredit UMKM yang merupakan pilar pemerataan pembangunan, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik. Apalagi, aturan Hapus Utang UMKM ini diharapkan mendorong bisnis kecil dan menengah.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengungkap kriteria penerima penghapusan utang dari PP 47/2024 adalah badan usaha dengan maksimal rentang utang macetnya mencapai Rp500 juta, dan perorangan hingga Rp300 juta. Setidaknya, kata Maman, kurang lebih ada 1 jutaan pelaku UMKM yang akan dihapuskan kredit macetnya. Bahkan, estimasi nilai kredit macet yang akan dihapuskan mencapai Rp10 triliun.