Jakarta, FORTUNE - Tahun 2025 mendatang diprediksi masih menjadi ajang "Perang Bunga" bagi sejumlah bank, khususnya Bank Digital.
Kondisi itu terjadi lantaran masih seretnya Likuiditas di pasar, sehingga bank-bank saling menghadirkan bunga simpanan yang tinggi untuk menarik Dana Pihak Ketiga (DPK) nasabah.
"Perang insentif bunga, perang cash back, perang hadiah itu menjadi sesuatu yang sangat dimunculkan di tahun ini. Dan saya rasa untuk tahun depan juga tidak akan berhenti sih, masih akan terus berlanjut," kata Presiden Direktur Krom Bank Anton Hermawan saat berbincang dengan media di Penang Bistro Kebon Sirih Jakarta, (3/12).
Fenomena makan tabungan dan PPN 12% jadi tantangan bank
Tak hanya itu, likuiditas Perbankan juga masih dibayangi tantangan fenomena kenaikan PPN 12 persen pada awal 2025 yang dikhawatirkan bakal mengganggu daya beli masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan adanya fenomena makan tabungan yang terjadi di masyarakat.
"Bagaimana caranya bank digita berusaha mendapatkan customer. Jadi seperti yang dilihat, DPK itu sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi bank sehingga semuanya berusaha mencari itu,” kata Anton.
Meski demikian, dirinya masih optimis kinerja dari bank digital masih akan cukup cerah di tahun 2025 mendatang. Termasuk Krom Bank yang masih mencatatkan peningkatan DPK lebih dari 15 kali lipat pada Oktober 2024 menjadi Rp2,57 triliun.
Capaian itu tak terlepas dari strategi Krom Bank yang menawarkan produk dengan suku bunga di atas rata-rata industri, yaitu 6 persen untuk tabungan serta bunga hingga 8,75 persen untuk deposito.
OJK klaim likuiditas masih memadai
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menyatakan bahwa likuiditas perbankan pada September 2024 masih memadai.
Hal itu terefleksikan dari rasio liquidity coverage ratio (LCR) per September 2024 sebesar 222,64 persen, jauh di atas threshold sebesar 100 persen.
Selain itu, rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/DPK) juga mencapai 112,66 persen dan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 25,40 persen, yang mana keduanya juga masih di atas threshold.