Ekonom Iwan J Azis Sebut Keruntuhan SVB sebagai Sinyal Krisis
Iwan khwatirkan krisis akibat gelembung aset finansial.
Jakarta, FORTUNE - Guru besar Cornell University, Amerika Serikat, dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Iwan Jaya Azis, mengatakan keruntuhan SVB, Signature Bank, hingga keterpurukan Credit Suisse menjadi sinyal datangnya krisis ekonomi.
Rentetan peristiwa tersebut merupakan kabar buruk di tengah sejumlah kabar baik seperti tidak terbuktinya resesi global, pembukaan kembali Cina dari kebijakan Zero Covid-19, hingga penurunan harga komoditas energi seperti gas dan minyak mentah.
"Ini adalah bank sungguhan, tidak seperti Lehman Brothers atau Bearn Stearns, yang merupakan bank investasi. Bank sungguhan berarti bank yang melayani kelompok pendapatan menengah. Mereka kolaps. Jika mereka runtuh, terjadi bank run. Dan efeknya merambat ke seluruh dunia," ujarnya dalam seminar “Muslim World Resilience in Anticipating the Global Economic Uncertainties”, Rabu (10/5).
Tidak lama setelah kejatuhan SVB, salah satu bank terbesar di dunia, Credit Suisse, juga mengalami kejatuhan. Kurun waktu singkat tersebut, kata Iwan, sangat berbeda dari situasi 2008 ketika butuh waktu sekitar enam bulan hingga Lehman Brothers runtuh setelah kebangkrutan subprime lender pertamanya.
"Saya ingat pada tahun 2008, ingat ketika Lehman Brothers runtuh, butuh waktu 6 bulan dari keruntuhan bank pertama yang berutang hingga Lehman Brothers runtuh, 6 bulan. Dalam hal ini, hanya butuh 10 hari untuk SVB, Signature, 1st Republic, dan Credit Suisse," katanya.
Gelembung sektor finansial
Menurutnya, salah satu faktor terbesar mesti diwaspadai dapat memicu krisis adalah perkembangan teknologi. Berbeda dari satu atau dua dekade lalu, teknologi membuat risiko "bank run" telah berubah.
"Bank run sekarang bisa terjadi secara instan melalui media sosial dan itulah yang terjadi di SVB. Anda tahu, dua deposan terbesar di SVB mengirim pesan melalui Instagram kepada rekan mereka untuk menarik uang, dan ini adalah bank run pertama di dunia yang dipicu oleh media sosial, karena teknologi," ujarnya.
Ia juga mengingatkan ihwal potensi krisis akibat gelembung aset finansial saat ini saat pertumbuhan sektor finansial jauh di atas sektor riil. "Saya pikir seharusnya sektor finansial berjalan untuk mendukung ekonomi riil, tapi kini mereka berjalan sendiri. Anda tak perlu menjadi rocket scientist untuk menduga jika Anda menghadapi situasi itu, akan segera terjadi krisis," katanya.
"Inilah yang saya sebut calm before the storm. Saya takut akan terjadi badai. Saya tak tahu kapan, tapi saya pikir itu akan terjadi. Mengingat seluruh fenomena ini teringkas dengan fakta bahwa sektor finansial berjalan sendiri dan unrelated dengan sektor riil," ujarnya.