Sri Mulyani Ogah Anak Buahnya Cuma Dianggap 'Kasir'
Menkeu minta Ditjen Perbendaharaan Negara optimalkan data.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak ingin Direktorat Jendral Perbendaharaan Negara hanya dianggap sebagai kasir oleh pemerintah daerah. Pasalnya, tugas yang diemban oleh para anak buahnya di berbagai daerah bukan cuma perkara pembayaran transfer dana ke daerah dan dana desa (TKDD).
Bendahara negara bertugas untuk mengelola keuangan sebagai alat untuk alokasi, distribusi dan stabilisasi dalam mengawal dan mencapai tujuan bernegara.
"Kita dianggap kasir yang reliable yang bebas korupsi yang memberikan pelayanan terbaik, tapi kita hanya kasir. Itu menurut saya bukan reputasi yang kita inginkan," ujarnya saat memberikan arahan pada Hari Bakti Perbendaharaan ke-18, Kamis (27/1).
Lantaran itu, Sri Mulyani mendorong jajaran Ditjen Perbendaharaan Negara untuk meneruskan langkah tranformasi yang telah dimulai sejak 2005 dengan cara yang sama sistematis, sama ambisius, dan sama atau bahkan lebih cepat.
"Kita tidak hanya menghitung jumlah uang masuk, berapa kita keluarkan, berapa pembiayaan utang terjadi dan bagaimana defisit pada akhirnya teralisasi. Bukan itu. Tapi, pertanyaan yang lebih pelik dan harus dijawab apakah APBN sudah bekerja sebagai instrumen pengelolaan negara yang mendukung tranformasi, reformasi struktural dan terus mendorong ekonomi Indonesia menjadi ekonomi yang maju," katanya.
Pentingnya Kemampuan Analisis Data
Ia juga menyampaikan pentingnya Ditjen Perbendaharaan meningkatkan kemampuan analisis data keuangan negara untuk dijadikan dasar pengambilan kebijakan yang lebih efisien.
Terlebih, di era digital seperti sekarang, data adalah sumber daya yang luar biasa penting dan bisa digunakan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. "Di era digital ini data is the new natural resources. Kalau disebutkan data is a new oil karena dulu banyak negara bisa mengalami booming luar biasa ketika menemukan tambang minyak dan mineral, dan itu yang membuat perekonomian menjadi kaya," ujarnya.
Jika dalam episode transformasi tahap pertama Ditjen Perbendaharaan lebih banyak membangun mengenai tata kelola, sistem penanganan serta akuntabilitas dan transparansi yang baik, maka dalam tranformasi kali ini yang dibutuhkan adalah bagaimana Ditjen Perbendaharaan menjadi institusi yang sadar terhadap kekayaan data keuangan.
Seperti halnya minyak bumi, data takkan memiliki nilai ekonomi jika ia tidak dieksplorasi dan dieksploitasi. Dalam konteks Kementerian Keuangan, data yang hanya tersimpan dalam Sistem Pembendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) takkan bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki kebijakan dan membuat keuangan negara menjadi alat yang mampu menciptakan alokasi efisien, takkan membantu masyarakat atau daerah yang belum maju, dan takkan menjadi instrumen counter cyclical pada saat ekonomi menghadapi berbagai kemungkinan gejolak.
"Reformasi tahap kedua tidak melulu berpikir membangun sistem," tandasnya.