Akibat Krisis Eropa Timur, WTO Pangkas Pertumbuhan Dagang Dunia
Ada kekhawatiran soal krisis pangan.
Jakarta, FORTUNE – Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini akibat konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina.
Saat ini, WTO memperkirakan pertumbuhan perdagangan global hanya 2,5 persen, jauh lebih kecil dari proyeksi sebelumnya yang 4,7 persen.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala, mengatakan pemangkasan tersebut berkenaan dengan berlanjutnya kemelut rantai pasokan global sebagai akibat langsung dari pandemi Covid-19.
Dia bahkan mengatakan gangguan tersebut akan membuat harga makanan lebih mahal. Ia lantas menyampaikan kekhawatiran soal “krisis pangan yang sedang terjadi”
"Kekhawatiran pertama, tentu saja, adalah bagi orang-orang Ukraina, yang mengungsi (dan) tidak memiliki cukup makanan untuk dimakan," katanya, dikutip Senin (4/4).
Ekonomi global juga akan menderita konsekuensi yang parah, kata Ngozi. Negara-negara miskin bahkan akan merasakan dampak dari kekurangan dan kendala pasokan makanan.
Komoditas dari Rusia dan Ukraina
Nilai ekspor Rusia dan Ukraina memang hanya 2,5 persen dari total ekspor barang dan jasa secara global. Namun, menurut Ngozi, masing-masing negara tersebut punya peran signifikan di sektor tertentu, seperti gandum dan jagung.
Mantan Menteri Keuangan Nigeria itu lantas menyebut Afrika sebagai contoh kasus. Dia mengatakan 35 dari 55 negara di sana mengimpor gandum dan biji-bijian baik dari Rusia maupun Ukraina.
Harga sejumlah komoditas juga telah mencapai rekor tertinggi di tengah kekhawatiran krisis dan sanksi ekonomi terhadap Rusia yang menyebabkan gangguan pasokan.
Indonesia bisa jadi ikut terdampak krisis Eropa Timur tersebut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun lalu Indonesia mengimpor 2,8 juta gandum (dan meslin) dari Ukraina. Angka tersebut setara dengan 25,33 persen total impor Indonesia mencapai 11,17 juta ton. Selain Ukraina, Indonesia mengimpor dari Australia 4,63 juta ton dan Kanada 1,92 juta ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, sempat mengatakan bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan importir untuk mengamankan stok gandum. Caranya, dengan melakukan diversifikasi negara pemasok gandum.
“Sementara yang saya tahu salah satunya adalah dari Australia,” kata Oke, seperti dikutip dari Antara.