Dampak Omicron Terbatas, Industri Manufaktur RI Masih Bertenaga
Aktivitas produksi diperkirakan naik menjelang Ramadan.
Jakarta, FORTUNE – Industri pengolahan Indonesia pada dua bulan pertama 2022 masih ekspansif, terlihat dari indikator aktivitas manufaktur Purchasing Managers’ Index (PMI) Februari yang mencapai 51,2.
Posisi PMI manufaktur tersebut sesungguhnya melambat dari 53,7 pada bulan sebelumnya. Namun, indikator PMI di atas 50 merupakan petunjuk bahwa industri dalam negeri bertenaga, dan di bawah 50 loyo.
“Indeks PMI yang masih berada di zona ekspansif ini mencerminkan bahwa dampak penyebaran Omicron relatif terbatas pada ekonomi Indonesia khususnya di sektor industri dibandingkan gelombang Delta,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam keterangan kepada media, Rabu (2/3).
Menurut Febrio, kinerja industri dalam negeri pada Juli langsung terdampak oleh varian COVID-19 Delta. Buktinya, PMI Manufaktur hanya 40,1, turun dari 53,5 pada Juli tahun sama.
Kinerja industri pengolahan RI yang ekspansif telah berlangsung dalam 7 bulan beruntun atau sejak September 2021.
Pemerintah akan terus berfokus pada ikhtiar pengendalian pandemi virus corona, termasuk mempercepat vaksinasi massal yang terbukti menjadi game changer bagi perekonomian, menurut Febrio.
Febrio mengatakan alokasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun ini mencapai Rp455,62 triliun. Perinciannya, alokasi penanganan kesehatan sebesar Rp122,54 triliun, perlindungan masyarakat sekitar Rp154,76 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp178,32 triliun.
Sejumlah dinamika industri manufaktur
Berdasarkan survei PMI, aktivitas pembelian bahan baku atau barang modal tetap kuat di tengah kenaikan kasus penyebaran Omicron. Tak hanya itu, tingkat penyerapan tenaga kerja terindikasi semakin cepat seiring kebutuhan untuk menunjang produksi.
Namun, dunia usaha masih mengalami hambatan dalam urusan persediaan atau suplai yang mulai dibatasi. Pun begitu, dinamika ekonomi global masih berdampak terhadap tingkat permintaan. Itu belum termasuk risiko gejolak harga komoditas.
Industri manufaktur diperkirakan akan tetap mencatatkan kinerja positif. Pada saat bersamaan, kapasitas produksi ditaksir meningkat seiring dengan persiapan Ramadan bulan depan.
“Kabar baiknya adalah ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian tetap tangguh. Pada saat sama, tekanan harga berkurang dibandingkan dengan Januari, merupakan kelegaan bagi manufaktur,” kata Economics Associate Director IHS Markit, Jingyi Pan, dalam rilis kepada media.
Meski masih ekspansif, angka PMI Indonesia lebih rendah dibandingkan rata-rata Asia Tenggara. Menurut IHS Markit, rata-rata PMI Manufaktur Asean pada Februari mencapai 52,5, turun dari 52,7 pada bulan sebelumnya. PMI Singapura 58,3, Vietnam 54,3, dan Filipina 52,8.