LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Aset capai Rp 224,66 triliun, LPS pastikan kondisi aman.
Jakarta, FORTUNE - Pada awal 2024 tengah terjadi fenomena kolapsnya Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di sejumlah daerah. Dalam 4 bulan pertama 2024 saja, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bahkan telah membayarkan klaim simpanan nasabah sebesar Rp237 miliar milik 42.248 nasabah bank yang dilikuidasi.
“Tim LPS di lapangan bergerak cepat dengan melakukan verifikasi simpanan nasabah sehingga secara rata-rata tidak sampai 7 hari kerja simpanan nasabah mulai ada yang dibayar”, ujar Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto, melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Jumat (3/5).
Dimas menambahkan, hal tersebut dilakukan dalam rangka memberikan ketenangan kepada nasabah BPR/BPRS tersebut, sekaligus menjaga kepercayaan nasabah bank pada umumnya. Mengingat dalam kurun waktu 1 Januari hingga 29 April 2024, terdapat 10 BPR/BPRS yang dicabut izin usahanya oleh OJK kemudian dilikuidasi oleh LPS.
Aset Rp 224,66 triliun, LPS pastikan kondisi aman
Dimas menegaskan, keuangan LPS sangat siap untuk mengantisipasi banyaknya bank yang jatuh pada tahun ini. Dimas menyatakan, bahwa jatuhnya 10 bank tersebut tidak berdampak signifikan terhadap keuangan LPS.
“LPS saat ini masih memiliki dana yang lebih dari cukup untuk menjamin dan membayar klaim simpanan para nasabah yang bank nya ditutup,” jelasnya.
Adapun, saat ini LPS memiliki aset sebanyak Rp 224,66 triliun yang diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini. Sumber dana LPS sendiri berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga, dan yang terakhir adalah dari hasil investasi.
Dimas mengungkapkan, LPS juga telah dan terus melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS dalam hal ini ialah Perbarindo untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi. Sebagaimana diketahui mayoritas BPR ditutup karena persoalan minimnya tata kelola.
Selain itu, lanjut Dimas, LPS pun memiliki data internal yang merupakan bagian dari early warning system LPS. Sehingga LPS mengetahui gejala awal jika ada bank yang sedang bermasalah. Koordinasi LPS dan OJK juga erat terkait monitoring kondisi perbankan baik secara industri maupun individual bank.
“Jumlah BPR saat ini ada 1600 an. Jadi masih banyak BPR yang sehat dan bagus-bagus. Bukan berarti adanya penutupan BPR membuat nama BPR rusak secara keseluruhan. Banyak sekali BPR yang berprestasi dengan berbagai inovasinya,” pungkasnya.
Tercatat, berikut adalah data 10 BPR/BPRS yang dilikuidasi LPS berikut daftarnya:
- BPR Wijaya Kusuma, Madiun
- BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, Mojokerto
- BPR Usaha Madani Karya Mulia, Solo
- BPR Bank Pasar Bhakti, Sidoarjo
- BPR Bank Purworejo, Purworejo
- BPR EDCCash, Tangerang
- BPR Aceh Utara, Lhokseumawe
- BPR Sembilan Mutiara, Pasaman
- BPR Bali Artha Anugrah, Denpasar
- BPRS Saka Dana Mulia, Kudus