DBS Ungkap Tren Konsumsi RI di tengah Ancaman Resesi
Kelas konsumen menengah bawah lebih giat menabung.
Jakarta, FORTUNE - Tahun 2023 diprediksi masih akan menghadapi tantangan resesi ekonomi. Tentunya hal ini akan memengaruhi potensi ekonomi dan konsumsi masyarakat Indonesia.
Hal tersebut tertuang dalam laporan riset DBS Group Research bertajuk ‘Indonesia Consumption Basket’. Riset ini melibatkan lebih dari 700 responden Indonesia dari berbagai kelas pemasukan pada November 2022.
"Berdasarkan atas hasil survei, sebagian besar masyarakat memandang pandemi hampir sepenuhnya berlalu dan inflasi menjadi tantangan selanjutnya dengan 98 persen responden yang merasakan tren kenaikan harga," tulis laporan tersebut yang dikutip di Jakarta, Jumat (23/12).
Sementara itu, 55 persen masyarakat memandang inflasi tersebut disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan konflik geopolitik Ukraina dan Rusia.
Sementara itu, masyarakat mengemukakan beberapa alasan lain yang menyebabkan inflasi, yakni disrupsi rantai pasokan akibat Covid-19 dengan 19 persen responden dan kenaikan suku bunga The Fed sebesad 16 persen responden.
Konsumsi BBM dan bahan makanan meningkat
DBS Group Research juga menemukan bahwa 54 persen responden merasa pengeluaran mereka melebihi statistik inflasi Indonesia, meningkat di atas 10 persem lebih.
Konsumen memilih BBM dan bahan makanan sebagai dua hal dengan peningkatan paling signifikan terutama karena perannya sebagai kebutuhan sehari-hari.
Di sisi lain, konsumen juga memperkirakan kenaikan tingkat inflasi akan terjadi dalam kurun waktu yang lebih panjang. Dengan persentase yang tinggi, yakni 89 persen responden melihat tren ini akan berlangsung selama enam bulan ke depan dan lebih jauh.
"Ini berarti konsumen mengantisipasi situasi inflasi yang tinggi akan bertahan hingga paruh pertama 2023 atau bahkan hingga tahun 2024," tulis survei tersebut.
Kelas menengah akan mengubah pola pengeluaran
DBS juga menilai kelas menengah akan mengubah pola pengeluaran lebih cepat dibanding kelas menengah dan kelas menengah ke atas. Sebab, 71 persen responden dari kelas menengah ke bawah berencana untuk menyesuaikan pengeluaran jika inflasi dan harga barang-barang tetap tinggi selama tiga hingga enam bulan ke depan.
Hal itu cukup berbeda dari 40 persen responden kelas menengah dan kelas menengah ke atas memilih untuk tidak langsung mengubah pola konsumsinya di tengah inflasi.
Sedangkan untuk kelas menengah ke atas, 56 persen responden akan menyesuaikan gaya hidupnya dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan ke depan sedangkan 7 persen responden tidak akan mengubah pola konsumsinya sama sekali.
Kelas konsumen menengah bawah lebih giat menabung
Selain itu, konsumen kelas menengah ke bawah akan mengambil sikap defensif untuk menghadapi dampak inflasi dan kenaikan harga
“Menabung lebih banyak, dan mengeluarkan uang lebih sedikit menjadi langkah yang diambil untuk menghadapi situasi," tulis laporan tersebut.
Hal ini disertai dengan pilihan mencari alternatif barang yang lebih murah atau meningkatkan pendapatan. Setengah dari responden akan mengambil langkah save more, spend less tersebut, sedangkan sisanya terpecah menjadi penggunaan barang yang lebih murah 19 persen, investasi untuk hasil yang lebih tinggi 20 persen, serta pencarian pendapatan yang lebih besar dan pemasukan tambahan 10 persen.