Kenaikan PPN 12% Bakal Buat Bengkak Inflasi 0,4% di 2025
Ekonomi RI diprediksi tumbuh 5,2% di 2025.
Fortune Recap
- Kebijakan kenaikan PPN sebesar 12% mulai 1 Januari 2025 diprediksi akan membuat inflasi nasional meningkat sebesar 0,4%
- Penurunan PDB sebesar 0,1% juga diperkirakan terjadi seiring dengan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%
- Meskipun demikian, kisaran inflasi diprediksi masih tetap terkendali di rentang target pemerintah, yaitu sekitar 1,55% (yoy)
Jakarta, FORTUNE - Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo memprediksi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025 akan membuat bengkak Inflasi nasional.
"Potensi peningkatan inflasi sebesar 0,4 persen serta ada penurunan PDB sebesar 0,1 persen seiring dengan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen," kata Surya di Jakarta, Senin (23/12).
Meski demikian, kisaran inflasi diprediksi masih tetap terkendali di rentang kisaran target pemerintah. Sehingga menopang daya beli dan permintaan domestik di tengah risiko lemahnya permintaan eksternal. Seperti diketahui, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2024 tetap terjaga sebesar 1,55 persen (yoy).
Ekonomi RI diprediksi tumbuh 5,2% di 2025
Sementara itu, untuk perekonomian domestik, Banjaran memproyeksikan perekonomian domestik akan tumbuh meningkat ke level 5,1 persen hingga 5,2 persen di tengah prospek ketidakpastian global pada 2025.
Dia juga menilai rumus program quick win pemerintahan Prabowo-Gibran berpeluang mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik di jangka panjang, termasuk melalui industri makanan minuman, penyediaan makanan minuman, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan.
“Sektor berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia, juga sektor terkait infrastruktur berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2025,” katanya.
Ekonomi global masih tumbuh stabil
Sementara itu, untuk perekonomian global pada tahun 2025 diperkirakan tumbuh stabil namun sedikit tertahan yang disebabkan naiknya ketidakpastian akibat arah kebijakan AS dan eskalasi ketegangan geopolitik, terutama di kawasan Timur Tengah.
Di sisi lain, kenaikan tarif impor oleh AS terhadap beberapa negara yang memiliki surplus perdagangan tinggi dengan AS, termasuk Tiongkok, berpotensi meningkatkan fragmentasi perdagangan global.
“Ke depan, Tiongkok, sebagai salah satu negara yang berpotensi dikenai kenaikan tarif impor berpotensi merelokasi ekspornya ke negara lain yang belum dikenai kenaikan tarif, seperti Vietnam” tutupnya.