Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) terus mengoptimalkan instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), hingga Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) yang pro-market.
Hal itu dilakukan alam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan memanfaatkan aset SBN dan surat berharga valas yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai underlying.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, lelang SRBI dan SVBI hingga 19 Desember 2023 masing-masing telah mencapai Rp229,95 triliun dan US$421,50 juta.
"Instrumen SRBI telah secara aktif diperdagangkan di pasar sekunder tecermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp52,87 triliun," kata Perry melalui konferensi video yang dikutip di Jakarta, Jumat (22/12).
Penerbitan SUVBI capai US$129 juta
Sementara itu, posisi nonresiden di SVBI tercatat sebesar US$6 juta. Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan SUVBI sebagai instrumen moneter valas yang hingga 19 Desember 2023 telah mencapai US$129 juta.
"Berbagai inovasi instrumen ini diharapkan dapat mendukung strategi operasi moneter yang pro-market dan dapat menarik aliran modal masuk untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global," kata Perry.
Di sisi lain, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap terjaga tinggi, yaitu 26,04 persen. Likuiditas perbankan yang tetap memadai tersebut didukung oleh kebijakan makroprudensial akomodatif, antara lain implementasi Kebijakan Insentif Likuditas Makroprudensial (KLM).
SRBI topang likuiditas perbakan
Likuiditas yang memadai juga didukung oleh keberadaan SRBI yang diperdagangkan di pasar sekunder sehingga meningkatkan fleksibilitas perbankan dalam mengelola likuiditas dan turut mendukung terjaganya lending capacity perbankan.
BI mencatat, kredit perbankan tumbuh 9,74 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yaitu 8,99 persen (yoy). Perry menjelaskan, peningkatan kredit/pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi dan rumah tangga.