PPN 12 Persen Jadi Beban, Pengeluaran Masyarakat Bisa Naik Rp4,2 juta
Pemerintah bisa batalkan kenaikan PPN dengan Perpu.
Fortune Recap
- Simulasi perhitungan Celios: Kelas menengah tambah pengeluaran hingga Rp354.293 per bulan, keluarga miskin hingga Rp101.880 per bulan.
- Gaji bulanan hanya tumbuh 3,5 persen, kenaikan gaji di Indonesia hanya 2,8 persen pada 2023.
Jakarta, FORTUNE- Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 diprediksi bakal menjadi tambahan beban Pengeluaran belanja Masyarakat.
Berdasarkan simulasi perhitungan yang dilakukan Center of Economic and Law Studies (Celios) dalam kajian penelitiannya, kelas menengah diprediksi mengalami penambahan pengeluaran hingga Rp354.293 per bulan atau Rp4,2 juta per tahun dengan kenaikan tarif PPN tersebut.
Sementara itu, keluarga miskin diprediksi menanggung kenaikan pengeluaran hingga Rp101.880 per bulan atau Rp 1,2 juta per tahun.
"Ini kian mencekik bagi masyarakat karena meningkatnya jumlah pengeluaran berbanding terbalik dengan peningkatan pemasukan dari gaji bulanan yang rata-rata hanya tumbuh 3,5 persen per tahun," kata Direktur Hukum CELIOS, Mhd Zakiul Fikri, melalui keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Jumat (27/12).
Apalagi pada 2023, rata-rata kenaikan gaji di Indonesia hanya 2,8 persen atau setara dengan Rp89.391 per bulan. Kondisi itu belum ditambah pula dengan peningkatan jumlah pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pada 2023 mencapai 11,7 persen.
Per November 2024 saja telah terjadi pemecatan terhadap 64.751 karyawan.
PPN baru naik jadi 11 persen pada 2022
Simulasi itu berkaca pada pengalaman 2022 ketika pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, yang mengakibatkan inflasi melaju ke 3,47 persen secara year-on-year (YoY). Pada Mei, Juni, dan Juli 2022, inflasi meningkat masing-masing 3,55 persen, 4,35 persen dan 4,94 persen (YoY).
"Inflasi itu telah menyebabkan merosotnya konsumsi rumah tangga, terutama bagi kelas menengah ke bawah," katanya.
Kondisi tersebut mendorong berbagai kalangan masyarakat menyuarakan penolakan terhadap upaya kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen. Protes itu muncul bukan tanpa alasan, sebab mayoritas penduduk Indonesia saat ini, menurut kajian CELIOS, merupakan penduduk dengan kelas ekonomi menengah ke bawah yang akan merasakan dampak langsung dari kenaikan PPN tersebut.
Pemerintah bisa batalkan kenaikan PPN dengan Perppu
Meski aturan kenaikan PPN telah diatur dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah dapat membatalkan kenaikan PPN melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) karena situasi mendesak dan norma hukum terkait tidak memadai.
Langkah ini, menurut Fikri, diperlukan demi mencegah dampak buruk terhadap perekonomian dan masyarakat. Menurutnya, ada satu alasan utama mengapa Perppu pembatalan kenaikan PPN 12 Persen harus dikeluarkan: norma kenaikan PPN menimbulkan masalah hukum yang mendesak untuk diselesaikan.
"Masalah hukum itu mulai dari inflasi atau naiknya harga barang jasa, merosotnya kemampuan konsumsi rumah tangga kelas menengah ke bawah, meningkatnya angka pengangguran, tertekannya UMKM, industri manufaktur dan potensi menambah jumlah rakyat miskin di Indonesia," ujarnya.