FINANCE

Sri Mulyani: Ekonomi Domestik 2024 Bisa Tumbuh 5–5,2%, Ada 3 Katalis

Ekonomi kuartal II-2024 diproyeksi tumbuh di atas 5 persen.

Sri Mulyani: Ekonomi Domestik 2024 Bisa Tumbuh 5–5,2%, Ada 3 KatalisMenkeu Sri Mulyani dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI, Senin (10/6). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
02 August 2024

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani Indrawati, menyatakan perEkonomian Indonesia pada 2024 berpotensi tumbuh hingga 5,2 persen (YoY).

Berdasarkan hasil rapat pada 29 Juli lalu, KSSK memproyeksikan pertumbuhan tahunan ekonomi Indonesia pada tahun ini berkisar 5,0–5,2 persen (YoY).

Apa saja yang melandasi estimasi tersebut?

"Perkembangan dari permintaan domestik—konsumsi, investasi—bahkan ekspor terhadap mitra dagang utama, khususnya ke India yang tumbuh cepat, serta dari sisi produksi," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers KSSK di Jakarta, Jumat (2/8).

Sri Mulyani dan KSSK memperkirakan konsumsi rumah tangga dan investasi pada kuartal II-2024 akan menyokong ekonomi tetap tumbuh di atas 5 persen (YoY).

Sebelumnya, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, memproyeksikan konsumsi rumah tangga naik 4,90–4,95 persen pada triwulan II-2024. Sementara itu, pada kuartal I-2024, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91 persen (YoY).

Peningkatan aktivitas perekonomian domestik, menurut Sri Mulyani, diperkirakan berlanjut hingga akhir 2024.

Harapannya, kebijakan belanja pemerintah guna menjaga stabilitas harga dan Program Perlindungan Sosial (Perlinsos) untuk masyarakat rentan dapat mendorong laju pertumbuhan konsumsi masyarakat.

Ada pula katalis tambahan dari penyelenggaraan Pilkada serentak pada November 2024.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya melaporkan bahwa anggaran untuk Pilkada 2024 mencapai Rp28,76 triliun (untuk KPU) dan Rp8,63 triliun (untuk Badan Pengawas Pemilu/Bawaslu). 

"Sama seperti siklus Pemilihan Umum di Februari, Pilkada 2024 pada November nanti akan menimbulkan dampak positif terhadap aktivitas belanja," kata Sri Mulyani.

Investasi pun diramalkan menguat sejalan dengan penyelesaian target pembangunan infrastruktur dan investasi sektor swasta. Pada 28 Juni 2024, IHSG ditutup di posisi 7.063,58, kontraksi 3,09 persen (QoQ) atau melemah 2,88 persen (YtD). Investor asing pun mencatatkan penjualan bersih Rp34,0 triliun (QoQ) atau Rp7,73 triliun (YtD). 

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengatakan, mulai Juli 2024, tekanan di pasar keuangan domestik terpantau mulai mereda sejalan dengan perkembangan global.

Investor asing kembali membukukan pembelian bersih di pasar saham domestik dan per 26 Juli 2024 (MtD), tercatat pembelian bersih Rp5,27 triliun.

Namun, secara year-to-date, penjualan bersih tercatat mencapai Rp2,46 triliun.

Kontraksi pada PMI per Juli 2024

Ihwal ekspor, KSSK memperkirakan nilainya akan meningkat, didorong ekspor produk manufaktur dan pertambangan, terutama ke negara mitra dagang utama seperti India dan Tiongkok.

Sementara dari sisi produksi, KSSK menilai aktivitas perekonomian masih ditopang sektor manufaktur, konstruksi, dan perdagangan yang diperkirakan tetap kuat seiring dengan peningkatan nilai tambah dan hasil produksi didukung oleh keberlanjutan hilirisasi.

Lantas, apa kontraksi PMI Indonesia ke level 49,3 pada Juli 2024 akan mempengaruhi kondisi ke depannya?

Sri Mulyani mengatakan itu akan berdampak terhadap keseluruhan perekonomian makro ke depan.

"Namun, bahwa PMI menangkap sisi permintaan yang moderat, itu harus dilihat secara detail [lagi]," katanya.

Salah satu penyebab penurunan PMI Indonesia pada Juli 2024 adalah penurunan permintaan baru (demand side) dari barang-barang manufaktur, yang bisa berasal dari sisi domestik ataupun ekspor.

Jika dari domestik, maka itu berkaitan dengan permintaan atas barang-barang musiman atau kompetisi dengan barang-barang impor, khususnya terhadap barang-barang konsumsi.

Untuk itu, KSSK akan terus menginvestasi permintaan untuk pasar domestik.

Di sisi lain, pada permintaan ekspor ada pelemahan dari mitra dagang yang perekonomiannya mulai menunjukkan pelemahan, seperti Amerika Serikat dan Cina. Namun, KSSK masih berharap pada permintaan ekspor dari India.

"Barang manufaktur yang dibutuhkan di dalam PMI itu memang cenderung pada yang sifatnya tradisional seperti tekstil atau alas kaki, sehingga mungkin tak mencerminkan manufaktur-manufaktur yang sekarang ini sedang banyak di Indonesia, terutama di hilirisasi, karena itu mungkin belum tercatat juga. Juga untuk ekspor yang sifatnya non-manufaktur seperti CPO yang kuat di pasar seperti India," ujar Sri Mulyani.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.