Jakarta, FORTUNE - De Beers, salah satu raksasa di industri Berlian dunia, kini menghadapi tumpukan stok berlian hingga senilai US$2 miliar. Jumlah ini merupakan angka tertinggi sejak krisis keuangan global tahun 2008. “Tahun ini menjadi tahun yang buruk untuk penjualan berlian kasar,” ungkap CEO De Beers, Al Cook, dalam wawancara dengan Financial Times, mengutip Fortune.com pada Senin, (30/12).
Penurunan permintaan terhadap berlian alami menjadi penyebab utama lonjakan inventaris ini, yang dilaporkan tetap berada di angka US$2 miliar sepanjang tahun 2024. Namun, De Beers belum memberikan tanggapan atas permintaan informasi tambahan terkait detail stok ini, termasuk perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Situasi ini bukan begitu saja terjadi, sebab De Beers tengah berjuang melawan berbagai tantangan yang melanda sektor berlian selama beberapa tahun terakhir. Perlambatan ekonomi di Cina, salah satu pasar utama untuk barang mewah, telah memukul penjualan berlian secara signifikan.
Selain itu, preferensi Generasi Z terhadap berlian buatan laboratorium yang lebih terjangkau semakin menekan permintaan untuk berlian alami. Dampak pandemi COVID-19 juga masih terasa, meskipun tingkat pernikahan baru kembali ke level pra-pandemi pada awal tahun ini.
Persaingan dengan berlian buatan laboratorium
Laporan terbaru dari McKinsey memperingatkan dampak jangka panjang dari berlian buatan laboratorium terhadap pasar berlian alami. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa berlian buatan berpotensi mengambil alih pasar, sementara berlian alami hanya akan bertahan di segmen pasar khusus.
Sebaliknya, harga berlian buatan laboratorium bisa jatuh ke tingkat yang membuatnya lebih cocok sebagai aksesori fesyen, sehingga berhenti bersaing dengan berlian alami.
“Jika konsumen tidak bisa membedakan antara berlian alami dan berlian buatan laboratorium, semua jenis berlian bisa kehilangan daya tariknya, keluar dari tren, dan tak lagi menjadi barang wajib untuk cincin pertunangan,” demikian bunyi laporan tersebut.
Dari sisi pasokan McKinsey memprediksi produksi berlian alami diperkirakan hanya akan tumbuh 1-2 persen per tahun hingga 2027, jauh di bawah tren sebelumnya sebesar 3-4 persen. Penutupan tambang besar, ketegangan geopolitik, dan intervensi pemerintah menjadi faktor penghambat pertumbuhan ini.
Tambang terbuka yang mulai habis kini beralih ke tambang bawah tanah, seperti yang dilakukan De Beers di tambang Jwaneng, Botswana, dan Venetia, Afrika Selatan. Dengan banyaknya hambatan yang dihadapi, masa depan industri berlian alami, termasuk De Beers, tampaknya bergantung pada upaya mengatasi perubahan preferensi konsumen dan dinamika pasar global.