Upaya BI Jaga Nilai Tukar Rupiah di Tengah Konflik Geopolitik
BI melakukan operasi moneter melalui triple intervention.
Fortune Recap
- Bank Indonesia (BI) merespons depresiasi rupiah akibat konflik geopolitik, mendekati Rp15.600 per dolar AS.
- Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, melakukan operasi moneter dengan triple intervention dan memperkaya instrumen keuangan.
- Gubernur BI Perry Warjiyo prediksi nilai tukar rupiah akan stabil didorong prospek pertumbuhan ekonomi positif dan inflasi rendah.
Bank Indonesia (BI) merespons pergerakan Nilai Tukar Rupiah yang akhir-akhir ini mengalami depresiasi akibat tersentimen konflik geopolitik dan sempat mendekati level Rp15.600 per dolar Amerika Serikat (AS).
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menuturkan pihaknya melakukan operasi moneter melalui triple intervention, yaitu intervensi di pasar spot, pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder untuk mengarahkan nilai rupiah menuju nilai fundamental.
Selain itu, Destry menjelaskan bahwa BI akan terus memperkaya instrumen keuangan yang dimiliki Indonesia karena operasi moneter yang dilakukan saat ini diarahkan kepada “pro-market."
Sebagai catatan, hingga 14 Oktober 2024, posisi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing tercatat sebesar Rp934,87 triliun, 3,38 miliar dolar AS, dan 424 juta dolar AS.
Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo memprediksi bahwa nilai tukar rupiah akan stabil ke depannya, didorong oleh prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap positif dan tingkat inflasi yang rendah.
“Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas perekonomian,” kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (16/10), dikutip dari Antara.
Ia menuturkan, semua instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dalam menarik aliran modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah.
Hingga 15 Oktober 2024, nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,82 persen (poin-to-poin) dibandingkan bulan sebelumnya. Pelemahan ini terutama dipengaruhi oleh meningkatnya ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Namun, jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 1,17 persen, yang lebih baik dibandingkan dengan pelemahan peso Filipina, dolar Taiwan, dan won Korea, yang masing-masing terdepresiasi sebesar 4,25 persen, 4,58 persen, dan 5,62 persen.