Sambut IPO Unicorn, BEI Perbarui Aturan Pencatatan Perusahaan
Revisi Peraturan No. I-A.1 membuka 5 pintu IPO startup.
Jakarta, FORTUNE - Belasan unicorn dan startup centaur berkomitmen melantai ke pasar modal. Bursa Efek Indonesia (BEI) pun menggelar ‘karpet merah’ bagi para perusahaan teknologi ini untuk segera go-public, salah satunya dengan merevisi Peraturan Nomor I-A.1 mengenai Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan saat ini terdapat 15 perusahaan rintisan berstatus unicorn dan centaur bersiap go-public. Unicorn adalah startup yang memiliki nilai valuasi US$1 miliar-US$ 10 miliar. Sementara centaur berada setingkat di bawah unicorn dengan nilai valuasi sekitar US$ 100 juta- US$ 1 miliar.
Sementara Kepala Divisi Layanan dan Pengembangan Perusahaan Tercatat (LPP) BEI, Saptono Adi Junarso mengatakan, dengan revisi peraturan tentang pencatatan saham dan efek bersifat ekuitas telah merombak syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh startup yang ingin IPO.
Peraturan Nomor I-A.1 sebelum revisi menyatakan, calon emiten harus mencetak laba usaha dan NTA (net tangible asset) senilai Rp100 miliar dalam setahun terakhir untuk bisa berada di papan utama perdagangan.
Sedangkan untuk papan pengembangan, calon emiten harus memiliki NTA sebesar Rp5 miliar, laba usaha Rp1 miliar, dan kapitalisasi pasar Rp100 miliar. Opsi lain ialah membukukan pendapatan Rp40 miliar dengan kapitalisasi pasar Rp200 miliar.
‘Pintu’ IPO Bagi Startup Revisi Peraturan Nomor I-A.1
Dengan revisi aturan, para calon emiten bursa nantinya dapat terdaftar ke papan utama dengan membukukan earning before tax (EBT) dan NTA di atas Rp250 miliar.
Kemudian, dalam dua tahun terakhir mencatat akumulasi EBT senilai Rp100 miliar dengan kapitalisasi pasar Rp1 triliun. Pilihan lain, yakni: memiliki jumlah aset bernilai Rp2 triliun dan kapitalisasi pasar Rp4 triliun.
Opsi lain, emiten bisa masuk ke papan utama perdagangan melalui CFO (cash flow from operation) secara kumulatif dalam dua tahun terakhir sebesar Rp200 miliar dan kapitalisasi pasar Rp4 triliun.
Jalan menuju papan pengembangan pun tidak jauh berbeda. Hanya saja, ketentuan keuangannya masih di bawah papan utama.
BEI mencatat hingga saat ini, terdapat 368 emiten di papan utama dan 388 emiten di papan pengembangan. Sementara di papan akselerasi ada 15 emiten. Bahkan mereka kabarnya telah terlibat dalam kelas IPO Journey, kendati belum ada kepastian waktu kapan calon emiten ini go public.
Dengan merevisi aturan pencatatan saham, BEI menargetkan bisa menarik lebih banyak perusahaan di sektor New Economy untuk masuk ke pasar modal. Sebab, sektor itu memiliki kans bertumbuh yang besar.
BEI mencatat, dari 15 unicorn yang terkenal di Asia Tenggara, setidaknya ada 9 di antaranya yang berasal dari Tanah Air yang valuasi akumulatifnya mencapai US$41,9 miliar. Sementara centaur Indonesia berjumlah 27 perusahaan alias 38 persen dari jumlah yang ada di Asia Tenggara.