Kualitas IPO Tuai Kritik, BEI Ramu Taktik Perketat IPO
Apa yang akan BEI lakukan untuk perketat syarat IPO?
Fortune Recap
- 52,63 persen saham emiten baru di BEI terkoreksi per Kamis (21/3).
- 10 dari 19 harga saham emiten baru 2024 menurun jauh dari harga penawaran finalnya.
- 46 dari 79 emiten yang IPO pada 2023 juga terkoreksi, dengan pelemahan dua digit.
Jakarta, FORTUNE - Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah kedatangan 19 emiten yang mencatatkan saham secara perdana sepanjang 2024. Namun, harga saham milik 52,63 persen para emiten baru terkoreksi per Kamis (21/3).
Berdasarkan data yang Fortune Indonesia himpun, 10 dari 19 harga saham emiten baru 2024 menurun jauh dari harga penawaran finalnya. Bahkan, 8 di antaranya mengalami pelemahan dua digit.
Kesepuluh saham itu, meliputi: PT Ecocare Indo Pasifik Tbk (HYGN), PT Topindo Solusi Komunika Tbk (TOSK), PT Sumber Mineral Global Abadi Tbk (SMGA), PT Sinergi Multi Lestarindo Tbk (SMLE), PT Terang Dunia Internusa Tbk (UNTD), PT Asri Karya Lestari Tbk (ASLI), PT Griptha Putra Persada Tbk (GRPH), PT Citra Nusantara Gemilang Tbk (CGAS), PT Bersama Mencapai Puncak Tbk (BAIK), dan PT Mitra Pedagang Indonesia Tbk (MPIX).
Pelemahan paling tinggi dialami oleh lima emiten terakhir, dengan tingkat koreksi sebagai berikut:
- MPIX: -68,28 persen dari harga penawaran Rp268 menjadi Rp85.
- BAIK: -67,98 persen dari harga penawaran Rp278 menjadi Rp85.
- CGAS: -59,27 persen dari harga penawaran Rp388 menjadi Rp158.
- GRPH: -51,45 persen dari harga penawaran Rp103 menjadi Rp50.
- ASLI: -50,00 persen dari harga penawarn Rp100 menjadi Rp50.
Sebelumnya, 46 dari 79 emiten (58,23 persen) yang IPO pada 2023 juga terkoreksi. 43 di antaranya mencatatkan tingkat pelemahan dua digit, dengan yang terburuk sebesar -86,70 persen dari Rp188 menjadi Rp25, yakni saham PT Lavender Bina Cendikia Tbk (BMBL).
Performa saham-saham IPO (Initial Public Offering) yang demikian pada akhirnya menuai kritik dari sejumlah pihak, termasuk investor, trader, hingga ekonom. Guna menyiasati hal itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) pun akan memperketat penyaringan IPO lewat sejumlah inisiasi, termasuk dalam hal penjatahan, saham free float (saham yang beredar di publik), hingga uji finansial.
Langkah BEI perketat penyaringan IPO
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, BEI aktif mengintrospeksi dan merefleksi capaiannya, serta mendengar masukan dari pasar. “Tentu memang ada saja perusahaan yang mengalami masalah setelah IPO,” katanya di Jakarta, dikutip Kamis (21/3). “Namun apapun itu, kami berangkat dari apa yang bisa dilakukan untuk lakukan perbaikan.”
Dari hasil tinjauan BEI, sejumlah problem yang dialami para emiten yang baru IPO berkaitan dengan volatilitas transaksi, koreksi harga secara signifikan tak lama setelah pencatatan, dan masalah operasional.
Langkah pertama BEI untuk mengurai permasalahan itu adalah menyempurnakan aturan penjatahan, yang dinilai dapat mempengaruhi volatilitas transaksi.Kedua, perihal cara untuk meningkatkan jumlah free float yang benar-benar siap diperdagangkan.
Selanjutnya, BEI juga akan menimbang perihal regulasi greenshoe, yakni pilihan penjatahan berlebih untuk emiten yang akan IPO. “Ini juga akan bantu dari sisi stabilitas harga,” ujar nyoman.
Kemudian, akan ada langkah untuk meningkatkan kualitas perusahaan tercatat. Apa itu? Peningkatan kualitas uji finansial. Lalu, BEI pun tengah membahas perihal ketentuan sponsor, baik itu underwriter maupun pihak lain.
“Sponsor akan mendukung dari sisi good corporate governance satu tahun pertama dari sisi perseroan,” jelas Nyoman.
Selain itu, kualitas underwriter dan para profesi penunjang juga akan ditingkatkan melalui capacity building. Hal itu sudah dilakukan dan akan dialnjutkan ke depannya.
Terakhir, bursa juga telah menargetkan masuknya perusahaan mercusuar (lighthouse company) lewat IPO. Perusahaan jenis itu memiliki karakteristik yang mencakup: kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun dan jumlah saham free float minimal 15 persen.