Revlon dan Kisahnya Sebelum Ajukan Kebangkrutan
Revlon sepakati restrukturisasi utang yang pertaruhkan saham
Jakarta, FORTUNE – Revlon Inc. baru menyepakati restrukturisasi utang, menyusul pengajuan kebangkrutannya Juni lalu. Apa efeknya bagi para pemegang saham lama?
Melansir Bloomberg, Selasa (20/12), Revlon kantongi perjanjian dengan dua kelompok kreditur utama. Revlon akan ajukan persetujuan pengadilan kebangkrutan itu. Jika meja hijau setuju, maka Revlon harus serahkan kepemilikan perusahaan kepada pemberi pinjaman.
“Revlon mengikuti perjanjian dukungan restrukturisasi dengan kelompok pemberi pinjaman kritis dan komite resmi kreditur tanpa jaminan pada Senin (19/12) [waktu setempat],” tulis dokumen pengajuan.
Perjanjian itu mengharuskan Revlon menyerahkan saham kepemilikan investor lama kepada pemberi pinjaman terjamin beberapa bulan ke depan. Itu berimbas pada hilangnya mayoritas kreditur peringkat terendah. Pemegang saham pun tak dapat apa-apa.
“Perusahaan harus menyerahkan pengajuan kepada hakim pada pekan ini, dan keluar dari perlindungan [aturan] pada April,” tulis kesepakatan itu.
Setelah kabar itu beredar, saham Revlon meroket hampir 300 persen ke level US$1,37 pada Senin waktu setempat, lalu jatuh lagi di bawah US$1.
Sejarah Revlon sebelum ajukan kebangkrutan
Adapun, pada Juni, Revlon ajukan status bangkrut setelah beban utangnya membengkak lebih dari US$3,5 miliar. Perusahaan milik miliarder MacAndrews & Forbes sudah berjuang bertahan lewat peluncuran merek-merek baru beberapa tahun ini.
Padahal, perusahaan itu sudah berusia 9 dekade di New York dan hadir di berbagai toko di kota itu. Tapi, Revlon gagal ikuti perubahan selera pasar. Terlambat merespons saat para wanita berganti dari lipstik merah mencolok ke warna lebih ‘calm’ pada 1990-an.
Itu memangkas pangsa pasarnya. Kompetisi pun memanas. Melansir Times of Israel, saingan titan seperti Procter & Gamble, merek milik Kylie Jenner, dan selebritas masif gunakan media sosial untuk pasarkan produk.
Pada 2020, Revlon bagai jatuh tertimpa tangga. Sudah berbeban utang besar, gelombang pandemi melanda. Penjualannya tertekan 21 persen. Meski kemudian mulai pulih 9,2 persen ketika vaksinasi berjalan, tapi masih di bawah tingkat prapandemi. Gangguan rantai pasokan global jadi tantangan baru. Tantangan terberat perusahaan. Tapi, waktu itu Revlon masih berhasil menghindari kebangkrutan. Itu berkat perpanjangan utang jatuh temponya. Pada akhirnya, tumpukan problem itu akhirnya berujung kebangkrutan.