Fortune Recap
- Schroders Plc mempertimbangkan penjualan unit bisnis di Indonesia untuk memperbaiki kinerja setelah pendapatan mengecewakan.
- Schroders telah merekrut penasihat, termasuk UBS, dan setidaknya empat perusahaan berminat memproses transaksi tersebut.
- Kabar ini muncul setelah Schroders mengembangkan bisnis di Indonesia selama tiga dekade namun sahamnya mengalami tekanan jual.
Jakarta, FORTUNE - Schroders Plc dilaporkan mempertimbangkan menjual unit bisnis di Indonesia di bawah kepemimpinan CEO baru, Richard Oldfield, yang menjabat mulai November 2024.
Menurut dua sumber anonim, manajer aset global itu berencana keluar dari sejumlah pasar berskala kecil (sub-scale market). Tujuannya, memangkas unit-unit yang berkinerja buruk.
"[Langkah itu] upaya untuk memperbaiki kinerja setelah serangkaian pendapatan yang mengecewakan," demikian dikutip dari Reuters, Senin (16/12).
Kabarnya, untuk transaksi penjualan unit itu, Schroders telah merekrut penasihat, yang termasuk UBS. Selain itu, setidaknya terdapat empat perusahaan yang berminat memproses transaksi tersebut, yang meliputi: divisi manajemen aset HSBC, Allianz, dan BNI Indonesia.
Semua sumber menolak namanya disebutkan karena diskusi ihwal kesepakatan itu bersifat rahasia. Nilai unit Schroders di Indonesia pun belum diketahui.
Fortune Indonesia telah menghubungi perwakilan Schroders Indonesia untuk mengonfirmasi kabar ini. Namun, sampai berita ini dipublikasikan, belum kunjung ada tanggapan.
UBS dan HSBC menolak menanggapi kabar ini. Sementara itu, Allianz Global Investors mengaku belum bisa memberikan komentar.
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan BNI, Okki Rushartomo hanya menanggapi dengan, "Sebagai bagian dari transformasi BNI, kami terbuka terhadap opsi memperkuat kelompok bisnis."
Harga saham Schroders melemah 0,50 persen pada Senin pukul 11.21 GMT. Sebelumnya, pada 13 Desember lalu, harga saham perusahaan itu bahkan sempat menyentuh titik terendah dalam 11 tahun.
Tiga dekade di Indonesia
Kabar mengenai niat Schroders menjual unit bisnis di Indonesia muncul selepas perusahaan itu mengembangkan bisnis di sini selepas tiga dekade. Satu dari tiga sumber anonim Reuters menyebut, para investor diprediksi akan menyerukan perubahan strategi karena saham mereka menghadapi tekanan jual selama 2024.
Schroders sendiri memang bersaing dengan para manajer instrumen pasif dan kompetitor instrumen investasi alternatif secara global. Beberapa pasarnya di Asia pun belum memenuhi komitmen pertumbuhan aset yang berkelanjutan.
Di Indonesia, Schroders Indonesia mengelola aset senilai US$4 miliar. Itu setara 1,6 persen dari total asetnya di kawasan Asia-Pasifik, pasar terbesar kedua manajer investasi itu jika dilihat dari segi aset yang dikelola.