Jakarta, FORTUNE – Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia meminta pemerintah meninjau ulang implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 yang terkait pembatasan Impor Bahan Baku.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin, Juan Permata Adoe, mengatakan tinjauan ini berkaitan dengan beberapa pasal soal pembatasan importasi bahan baku dan bahan penolong. “Kadin Indonesia menemukan adanya keterbatasan kapasitas industri hulu domestik,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip dari laman resmi Kadin Indonesia, Jumat (23/2).
Juan khawatir, pembatasan impor menyebabkan kelangkaan bahan baku dan bahan penolong industri. “Untuk itu, diperlukan evaluasi berkelanjutan pada Harmonized System (HS) Code yang terkena larangan terbatas, terutama bahan baku atau bahan penolong bagi industri yang berorientasi ekspor,” katanya.
Gangguan rantai pasok
Tidak hanya itu, Kadin khawatir pelarangan terbatas yang diatur dalam Permendag tidak tepat sasaran dan bisa menimbulkan gangguan pada rantai pasok dan keberlangsungan produksi di sejumlah industri strategis nasional, seperti otomotif, pertambangan, elektrobika, dan makanan minuman yang berorientasi ekspor.
Menurut Juan, gangguan pada rantai pasok industri, bisa jadi tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha, yang berdampak kepada produktivitas, terutama kinerja ekspor.
“Kadin merupakan mitra pemerintah untuk memastikan peningkatan kinerja ekspor yang tentunya juga harus didukung oleh ekosistem usaha yang kondusif,” katanya.
Komoditas yang perlu ditinjau ulang
Kadin mengapresiasi pemerintah yang ingin memperbaiki tata kelola impor dan penindakan tegas pada kegiatan impor yang ilegal, terutama yang berdampak pada produk domestik seperti pakaian, sepatu, furniture, dan produk jadi lainnya.
Namun, ada beberapa komoditas yang perlu ditinjau ulang di dalam penerapan pembatasan importasi, antara lain garam industri, besi baja dan turunannya, band kendaraan berat, Monoethylene Glycole (MEG) untuk produksi polimerisasi, komoditas bahan baku plastik, komoditas non-woven, hingga kabel serat optik.
In transit shipment
Juan berharap agar peraturan terdahulu dapat tetap berlaku untuk pengiriman dengan Bil Lading (BL) sebelum tanggal 10 Maret untuk mengakomodir in transit shipment atau pengiriman yang sedang berada di perjalanan. “Kebijakan terkait in transit shipment ini sangat penting untuk keberlanjutan proses produksi dan dapat berpengaruh pada pencapaian produktivitas industri,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa saat ini, tantangan yang dihadapi sektor industri prioritas cukup tinggi. Hal ini terlihat dari kinerja ekspor, di mana pencapaian sektor industri pengolahan–seperti pertambangan–mengalami tekanan negatif. Bila ini tidak disikapi dengan bijak, bisa berujung pada kehilangan peluang dan pangsa pasar dunia.
Karena itu, perlu adanya kemudahan berusaha dan ekosistem yang mendukung peningkatan daya saing. “Diharapkan tidak ada biaya tambahan, seperti demurrage, yang akan menyebabkan pelaku usaha kehilangan daya saing,” kata Juan.