Jakarta, FORTUNE – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengusulkan total Pagu Indikatif Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp53,20 triliun.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa anggaran ini terbagi ke dalam lima alaokasi program, yakni untuk Kebijakan Fiskal sebesar Rp59,19 miliar; Pengelolaan Penerimaan Negara sebesar Rp2,38 triliun; Pengelolaan Belanja Negara mencapai Rp45,45 miliar; Pengelolaan Perbendaharaan, Kekayaan Negara, dan Risiko Rp238 miliar; serta Dukungan Manajemen sebesar Rp50,4 triliun.
“Jadi ini totalnya Rp53.195.389.273.000. Ini yang kami sampaikan pada pagu indikatif, totalnya tidak berubah, terjadi pergeseran diantara kelompok sesuai dengan pembahasan lebih detail,” ujar bendahara negara kepada Komisi XI DPR RI dalam rapat bersama di Jakarta, Senin (11/6).
Sementara, bila dikategorikan berdasarkan fungsinya, pagu indikatif 2025 ini akan dibagi untuk fungsi pelayanan umum sebesar Rp48,87 triliun, fungsi ekonomi Rp251,80 miliar, dan fungsi pendidikan mencapai Rp4,07 triliun.
Berdasarkan sumber dananya, pagu indikatif Kemenkeu tahun depan terdiri dari rupiah murni mencapai Rp42,79 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp21,76 miliar, hibah sejumlah Rp7,24 miliar, dan Badan Layanan Umum (BLU) total Rp10,38 triliun.
DPR minta rendah
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic, sempat meminta anggaran dalam RABPN 2025 ditetapkan rendah, mengingat beban utang pemerintah sebesar Rp497 triliun untuk 2024, menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"APBN 2025 buatlah defisit yang rendah sebagai permulaan jangan langsung tinggi, jangan sudah utang bebannya banyak, masuk pemerintahan baru dibebani utang yang juga besar. Biarkan pemerintahan baru mulai dengan beban utang yang paling kecil," kata Dolfie, Kamis (6/6).
Aspirasi
Menanggapi permintaan DPR, Sri Mulyani pun mengatakan bahwa ia hanya bertugas mewadahi aspirasi pemerintahan selanjutnya, dan pada saat yang sama menjaga prioritas dan kredibilitas dari APBN sebagai penopang. "Perkara nanti belanjanya, komposisi itu kan incoming government nanti yang akan buat,” ujarnya. "Kalau bisa lebih rendah tentu kita coba lebih rendah, tapi kan itu lebih rendah itu fungsi dari penerimaan.”
Menurutnya, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tidak dibuat oleh pihaknya sendiri, tapi juga melibatkan aspirasi pemerintahan berjalan dan calon pemimpin pemerintahan selanjutnya. Meski begitu, semua aspirasi ini tetap dalam rambu prudential (kehati-hatian).