Kemenkeu Wajibkan BLU Setor 20% Hasil Pengelolaan Aset ke Kas Negara
Namun, BLU fokus pada pelayanan dan tidak menghimpun profit.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewajibkan Badan Layanan Umum (BLU) untuk menyerahkan sekitar 20 persen dari hasil Pengelolaan Aset kepada kas negara, sehingga produktivitas dan efisiensi harus menjadi perhatian penting.
Direktur Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Ririn Kadariyah, mengatakan bahwa aset negara harus bisa menghasilkan. “Sehingga bisa memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat,” katanya kepada Fortune Indonesia di Senayan, Senin (23/4).
Meski demikian, tujuan utama BLU bukan untuk menghimpun profit, melainkan memberikan layanan masyarakat. Menurutnya, BLU harus bisa beroperasi secara mandiri dan berkelanjutan, agar idak bergantung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Fleksibilitas
Ririn mengungkapkan bahwa BLU adalah instansi pemerintah yang memiliki sejumlah fleksibilitas dalam mengelola keuangan, agar bisa memberikan pelayanan bagi masyarakat. “Salah satu fleksibilitasnya adalah mengelola pendapatan yang tidak harus disetorkan dulu ke kas negara, dan bisa digunakan langsung untuk operasional,” ujarnya.
BLU juga tidak harus dipimpin oleh sosok yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), melainkan kalangan profesional. Hal ini diharapkan bisa membuat BLU bisa bergerak lebih leluasa untuk memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat dari aset-aset yang dikelola.
PPKGBK
Salah satu BLU yang saat ini tengah dikembangkan pemerintah adalah Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Lembaga ini memiliki misi untuk mengoptimalkan pengelolaan aset di kawasan GBK serta menghasilkan pendapatan bagi operasionalisasinya secara mandiri dan bisa memberikan kontribusi pada pendapatan negara.
“Salah satu misinya adalah memberikan pelayanan bagi para atlet nasional yang akan melakukan pertandingan atau pemusatan pelatihan di lingkungan GBK. Ini manfaat kepada masyarakat atau negara yang dilaksanakan PPKGBK,” kata Ririn.
Ririn berharap PPKGBK mampu menjalin kerja sama lanjutan dengan banyak pihak–termasuk swasta–untuk bisa mengoptimalkan pemanfaatan aset-aset negara di kawasan GBK dan bisa memberikan bagian 20 persen dari hasil pendapatannya kepada negara. “Sudah dikasih modal banyak, sehingga harus ada yang kembali ke kas negara,” ujarnya.
Good corporate governance
Direktur Utama PPGBK, Rakhmadi Afif Kusumo, menyampaikan bahwa Kemenkeu maupun Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) sudah memberikan sejumlah target agar aset negara di kawasan GBK bisa dikelola secara maksimal. “Every assets need to work by itself,” katanya.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset ini, PPKGBK perlu menggencarkan kemitraan dengan berbagai pihak melalui kerangka Kerja Sama Manajemen (KSM). Salah satu yang baru saja diresmikan adalah KSM dengan Artotel Group dalam mengelola hotel atlet yang sebelumnya dikelola dengan sistem Kerja Sama Operasional (KSO) selama 30 belakangan.
KSM ini menurutnya dilakukan oleh BLU dengan proses seleksi yang cukup ketat dan transparan. Hal ini dilakukan untuk menjamin prinsip good corporate governance. “
Kami banyak konsultasi dengan pimpinan kami Kemensetneg, maupun pemeriksa audit kami dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Kemenkeu, yang selalu memonitor dan melakukan evaluasi. Kami juga bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang membantu kami melakukan kajian untuk optimalisasi aset,” ujar Rakhmadi.