Jakarta, FORTUNE - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia berkomitmen mendukung Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menjalankan fungsi dan perannya. Menurutnya, situasi global saat ini menghadapi tantangan semakin berat dan persaingan geopolitik telah menimbulkan kekuatan baru.
Selain itu, multilateralisme dan rasa saling percaya juga makin terkikis. “Di sini peran krusial PBB untuk mengatasinya dan Indonesia akan terus mendukung fungsi dan peran PBB agar tetap relevan,” ujar Presiden dalam sambutannya saat melakukan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di sela konferensi iklim PBB (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab, Sabtu (02/12) dikutip dari laman Setkab.
Jokowi mengatakan, Indonesia mengutuk keras kekejaman Israel termasuk serangan ke fasilitas sipil. "Indonesia juga mendukung dilakukannya investigasi melalui mekanisme internasional terkait pelanggaran Israel di Gaza," katanya.
Indonesia turut menyambut kesepakatan gencatan senjata yang dilakukan Hamas dan Israel saat ini. Namun, kekerasan harus permanen dihentikan demi nasib warga sipil sesuai Resolusi 2712 DK PBB.
“Bantuan kemanusiaan harus segera masuk ke Gaza dengan aman dan tanpa hambatan. Bersama dengan beberapa Menlu OKI, Menteri Luar Negeri RI juga melakukan diplomasi intensif untuk Gaza,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi dan Antonio Guterres juga membahas soal aksi iklim. Presiden Jokowi memaparkan sejumlah langkah kuat dan nyata yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim.
Menurutnya, Indonesia menghargai inisiatif JETP. Meski demikian, Presiden menilai komposisi hibah harus lebih konstruktif dan aksi iklim global tidak bisa maju tanpa kolaborasi semua pihak.
“Oleh sebab itu, Indonesia mendukung agenda akselerasi dalam pendanaan iklim yang digagas Yang Mulia bahwa negara maju harus membantu negara berkembang,” ujar Jokowi.
Dukungan PBB diperlukan agar COP28 menyepakati operasionalisasi pendanaan loss and damage dan kolaborasi pendanaan energi baru terbarukan bagi negara berkembang.
Bencana kemanusiaan
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan situasi di Gaza yang terjadi saat ini merupakan “bencana kemanusiaan yang luar biasa”. Ia pun menginginkan adanya gencatan senjata sebenarnya, menggantikan jeda serangan (truce) sementara yang disepakati Israel dan Hamas.
“Negosiasi yang intens sedang dilakukan untuk memperpanjang gencatan senjata – yang sangat kami sambut baik – namun kami yakin kami membutuhkan gencatan senjata kemanusiaan yang sebenarnya,” katanya pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, akhir November lalu.
Sementara itu, Wang Yi mengatakan, PBB perlu mengupayakan gencatan senjata yang komprehensif dan langgeng dengan urgensi terbesar. “Tidak ada tembok pembatas di Gaza. Jika kembali terjadi pertempuran, kemungkinan besar hanya akan berubah menjadi bencana yang melahap seluruh wilayah,” ujar dia.
Tanpa gencatan senjata permanen, hal berbahaya menurutnya akan terjadi ketika jeda kemanusiaan ini berakhir. "Akan terjadi pembunuhan dalam skala yang kita lihat, dan hal ini tidak dapat ditoleransi," katanya. “Jadi kami di sini untuk membuat pernyataan jelas bahwa gencatan senjata saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah gencatan senjata.”
Sementara itu, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan segala upaya harus dilakukan untuk meningkatkan bantuan dan melindungi warga sipil, termasuk staf dan jurnalis PBB.
“Amerika Serikat telah mendesak Israel untuk mengambil segala tindakan yang mungkin dilakukan untuk mencegah jatuhnya korban sipil karena negara tersebut menjalankan haknya untuk melindungi rakyatnya dari tindakan teror,” katanya kepada Dewan Keamanan.
Tercatat, lebih dari 15.000 orang tewas, di mana 40 persen di antaranya anak imbas serangan Israel ke Palestina selama sekitar 52 hari terakhir, menurut otoritas kesehatan Palestina.
“Gencatan senjata harus menjadi gencatan senjata, gencatan senjata permanen. Pembantaian tidak bisa dibiarkan terjadi lagi,” kata Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki kepada Dewan Keamanan.