Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bericara tentang keputusannya membangun transportasi massal seperti Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta dan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek walaupun akan merugi.
Rencana untuk membangun MRT, menurutnya, sudah mandek 26 tahun dan tak kunjung dieksekusi.
“Memang ada problemnya. Dikalkulasi, dihitung selalu rugi. Kesimpulannya, rugi. Enggak berani memutuskan. Hitung lagi, kesimpulan rugi,” kata dia dalam BNI Investor Daily Summit yang disiarkan secara virtual, Selasa (24/10).
Meski begitu, pembangunan tetap dijalankan karena jika tidak, Jakarta takkan memiliki moda transportasi massal yang baik.
Adanya transportasi publik seperti MRT saat ini, kata Jokowi, adalah hasil dari keputusan politik, bukan keputusan ekonomi.
“LRT juga sama seperti itu. Hanya bagaimana menutup kerugian itu dari sebelah mana, dari anggaran apa, dari income apa, dari penerimaan apa. Itu yang harus dicari,” ujarnya.
Alternatif untuk pemasukan negara
Jokowi menilai sistem jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) dapat menjadi alternatif sumber penerimaan negara yang dapat mengompensasi kerugian tersebut.
"Akhirnya ketemu ditutup dari ERP atau electronic road pricing. Ketemu, ya sudah diputuskan, dan saya putuskan. Itu keputusan politik, bahwa APBN atau APBD sekarang masih suntik Rp800 miliar itu adalah memang adalah kewajiban. Karena itu pelayanan, bukan perusahaan untung dan rugi," ujarnya.
Pembangunan MRT digagas sejak 1985 sebagai proyek Pemprov DKI Jakarta. Baru pada 2005 MRT ditetapkan sebagai proyek nasional. Peletakan batu pertama pembangunan MRT dilakukan pada 2013 ketika Jokowi masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Anggaran yang digelontorkan untuk bangun MRT dan LRT
Pembangunan LRT Jabodebek telah dimulai sejak 9 September 2015.
Biayanya sejauh ini telah mencapai Rp32,5 triliun.
Nominal tersebut mencakup pembengkakan sebesar Rp2,6 triliun dari rencana awal yang mencapai Rp29,9 triliun.
Cost overrun tersebut terjadi karena keterlambatan penyelesaian lahan depo kereta akibat pandemi Covid-19, tepatnya pada biaya praoperasi dan biaya interest during construction (IDC).
Akan hal MRT, moda transportasi itu telah beroperasi dan menjangkau Lebak Bulus (lokasi depo), Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Istora Senayan, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, serta Bundaran Hotel Indonesia.
Saat ini pembangunan fase 2 sedang berlangsung, dan terdiri dari dua tahap, yaitu fase 2A dan fase 2B.
Fase 2A meliputi tujuh stasiun bawah tanah (Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota) dengan total panjang jalur 5,8 kilometer.
Sementara Fase 2B terdiri dari dua stasiun bawah tanah (Mangga Dua dan Ancol) dan satu depo di Ancol Barat dengan total panjang jalur enam kilometer.
Fase 2B sedang dalam tahap studi kelayakan.
MRT fase 2, yang mulai groundbreaking pada 2022, dan ditaksir bakal selesai pada 2029, menelan biaya Rp25,3 triliun.