Jakarta, FORTUNE - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai Kabinet Merah Putih yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto terlalu gemuk. Ukuran kabinet yang besar ini dapat memicu berbagai tantangan, terutama terkait koordinasi antar-kementerian dan pengelolaan fiskal.
Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, menyatakan bertambahnya jumlah kementerian dan pejabat negara dapat memperumit upaya koordinasi. Saat ini, jumlah kementerian koordinator ditingkatkan dari empat menjadi tujuh untuk memperkuat koordinasi di antara kementerian yang semakin banyak.
Namun, yang jadi pertanyaan adalah apakah langkah penambahan kementerian koordinator cukup efektif untuk mengatasi kompleksitas permasalahan.
"Apakah kementerian koordinator ini memiliki portofolio yang cukup kuat untuk meningkatkan koordinasi antara berbagai kementerian yang bertambah? Apalagi banyak hal yang harus diurus oleh berbagai lembaga," kata dia saat media briefing bertajuk Merespons Kabinet Prabowo-Gibran: Implikasi, Risiko, dan Masukan, Jumat (25/10).
Kabinet Presiden Prabowo beranggotakan total 109 orang, terdiri dari 48 menteri dan lima pejabat setingkat menteri, ditambah dengan 56 wakil menteri. Kemudian masih ditambah lagi utusan khusus, penasihat khusus, staf khusus presiden, dan kepala badan. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak Kabinet Dwikora III pada 1966.
Yose juga menyoroti kebijakan pemisahan beberapa kementerian sebagai salah satu tantangan koordinasi. Sebagai contoh, Kementerian Koperasi dan UKM dipisahkan menjadi Kementerian Koperasi dan Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), padahal sebagian besar anggota koperasi adalah pelaku UMKM.
"Keduanya tentu harus berkoordinasi untuk mengembangkan isu-isu ekonomi yang saling terkait," kata Yose.
Pemisahan serupa juga terjadi pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang kini dibagi menjadi tiga entitas berbeda. Menurut Yose, ini menunjukkan perlunya fungsi kementerian koordinator yang lebih kuat untuk menjalin sinergi antar-kementerian.
Implikasi fiskal yang kompleks
Selain tantangan koordinasi, kabinet yang gemuk ini juga membawa dampak pada pengelolaan fiskal negara. Yose menyoroti pemisahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi dua kementerian berbeda, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan.
"Implikasi fiskalnya bisa signifikan karena kedua kementerian tersebut memiliki tugas yang berbeda," ujarnya.
Kementerian baru yang mengurusi perumahan tidak hanya fokus pada perumahan rakyat, tetapi juga sektor perumahan secara lebih luas, termasuk lingkungan dan kawasan permukiman. Hal ini menuntut alokasi anggaran yang jelas untuk menghindari tumpang tindih tugas dan tanggung jawab.
Potensi peningkatan regulasi yang tidak terkendali
CSIS juga mengingatkan potensi peningkatan jumlah regulasi akibat bertambahnya jumlah kementerian dan badan pemerintah. Saat ini, terdapat hampir 9.000 peraturan menteri dan puluhan ribu surat edaran yang menjadi dasar regulasi teknis di Indonesia. Dengan bertambahnya jumlah kementerian menjadi 42, Yose khawatir jumlah regulasi baru akan terus meningkat dan menyebabkan birokrasi yang semakin rumit.
"Kita tidak ingin Indonesia menjadi produsen produk hukum yang aktif, melainkan ingin regulasi menjadi lebih efisien dan terarah," kata Yose.
Menurutnya, penyederhanaan regulasi harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa jumlah kementerian yang besar tidak malah memperburuk kompleksitas regulasi.
CSIS berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi potensi tantangan ini, agar kabinet yang gemuk tidak hanya menambah jumlah pejabat, tetapi juga mampu bekerja secara efektif dan efisien dalam mewujudkan visi pembangunan yang telah dicanangkan.