Jakarta, FORTUNE – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pengawasan terhadap barang bawaan yang dibawa para pelaku jasa titipan (Jastip) perlu diperketat.
Menurutnya, para pelaku ini kerap membawa barang dengan tidak dilengkapi dokumen perizinan dan keamanan yang berlaku di Indonesia.
“Jastip itu harus ditegakkan aturannya, karena juga biasanya ada orang-orang tertentu yang mempergunakan jasa titipan itu. Nah itu kan masih ada aturannya,” kata Zulkifli di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (6/5).
Penyimpangan ini ditemukan oleh Zulkifli ketika meninjau langsung arus barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) dan barang bawaan penumpang maskapai di Bandara Soekarno-Hatta.
Hal tersebut menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan No.7/2024 tentang Perubahan Kedua atas PerMendag No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang tengah ramai diperbincangkan.
“Tadi saya lihat di situ ada orang asing bawa alat-alat mesin untuk dijual lagi. Itu enggak boleh. Kalau dia mau jual (peralatan) elektronik atau mesin mesti ada SNI-nya,” tuturnya.
Pelaku jastip makanan, contohnya, harus memiliki izin edar Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM). Dia menyebut langkah ini bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat selaku konsumen.
"Kalau dari luar bawa [makanan] sehat atau enggak siapa yang nanti [tanggung jawab] kalau ada keracunan, terus gimana? Jadi, harus memenuhi aturan makanan," ujarnya.
Takut diperiksa Bea dan Cukai
Zulkifli juga menilai masih banyak penumpang dari luar negeri yang ketakutan diperiksa petugas Bea dan Cukai saat tiba di bandara Indonesia.
Mereka biasanya melakukan siasat untuk menghindari pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) atau bea masuk (BM).
“Kenapa [barangnya] mesti dibawa seperti orang ketakutan begitu? Kan bisa melalui kargo, dicek, dihitung berapa pajak resminya. Kalau ditenteng-tenteng, ini seolah-olah menghindari pajak dan menghindari kewajiban. Ini yang mesti ditertibkan [Ditjen Bea dan Cukai]. Teman-teman bea cukai harus menjaga konsumen, melindungi teritori kita,” kata Zulhas.
Pada kesempatan yang sama, Zulhas kembali menegaskan aturan dan persyaratan mengenai barang bawaan penumpang jasa transportasi akan dikembalikan ke ranah peraturan menteri keuangan (PMK).
Dalam aturan tersebut, impor barang penumpang dikategorikan menjadi penggunaan pribadi (personal use) dan penggunaan di luar keperluan pribadi (non-personal use). Barang personal use akan mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau cukai dengan besaran free on board (FOB) sebesar US$500 per penumpang.
Sementara untuk barang non-personal use akan ditetapkan tarif bea masuk umum dan nilai pabean berdasarkan keseluruhan nilai pabean Barang Impor.
"Jadi kalau [nilai barang] penumpang 500 [USD] boleh, nanti kalau dipotong lebihnya bayar [pajak]," ujarnya.