Menperin Anggap Sri Mulyani Tidak Konsisten Lindungi Industri Tekstil

Ada langkah kebijakan yang seharusnya sudah diambil.

Menperin Anggap Sri Mulyani Tidak Konsisten Lindungi Industri Tekstil
Proses kerja di pabrik tekstil. Shutterstock/AdaCo
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • BMTP kain berakhir pada 8 November 2022 tanpa perpanjangan resmi dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
  • Kementerian Perindustrian mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan industri dalam negeri seperti BMTP dan BMAD untuk melindungi pasar TPT di dalam negeri.

Jakarta, FORTUNE – Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan untuk mengamankan pasar domestik tekstil dan produk tekstil (TPT) dari serbuan barang impor, pihaknya telah melakukan berbagai upaya yang menjadi kewenangannya. Di antaranya meningkatkan kualitas hasil produksi melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mendorong pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Namun, dia mengingatkan bahwa masa berlaku kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kain berakhir sejak 8 November 2022. Namun, perpanjangan BMTP kain yang telah disetujui hingga saat ini belum didukung oleh terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi dasar pelaksanaannya.

Itu dasar Agus menyentil Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Agus menilai menteri tersebut tidak konsisten dengan pernyataannya yang menyinggung tentang perlindungan industri TPT dalam negeri.

“Di satu sisi, menyalahkan praktik dumping yang dilakukan negara produsen TPT, namun di sisi lain, lambat atau tidak kunjung membuat kebijakan untuk pengamanan pasar TPT di dalam negeri,” kata Agus dalam keterangannya, Jumat (21/6)

Padahal, dia mengatakan Kemenperin telah mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan industri dalam negeri, yakni berupa trade remedies seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), yang diperbolehkan oleh aturan World Trade Organization (WTO).

“Kewenangan tidak hanya di Kementerian Perindustrian saja,” ujarnya.

Dorong pemberlakukan trade remedies

Agus mengatakan saat ini telah terjadi kelebihan pasokan di negara-negara produsen TPT, dan karenanya produk-produknya tidak bisa diserap di sana. Kemudian hasil produksi dialihkan atau diekspor ke negara yang tidak mempunyai proteksi pasar dalam negeri. Praktik ini menunjukkan bahwa setiap negara produsen berusaha untuk melindungi industri dalam negerinya dengan mengambil kebijakan dumping, dan hal ini merupakan suatu hal yang biasa dilakukan.

“Oleh sebab itu, kita yang seharusnya cepat mengantisipasinya dengan pengambilan kebijakan trade remedies berupa kebijakan anti-dumping dan safeguard, serta kebijakan non-tarif lainnya,” kata Agus.

Sementara itu, beberapa negara telah menerapkan kebijakan pembatasan Perdagangan. Salah satunya India, yang memberlakukan Quality Control Order (QCO) untuk produk viscose staple fiber (VSF) dan alas kaki.

Efektivitas pertek batasi impor dalam negeri

Agus menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan No.36/2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor, yang telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional.

Efektivitas pengendalian impor terlihat dari turunnya volume impor sebelum dan setelah pemberlakuan ketentuan Permendag tersebut.

Impor pakaian jadi yang pada Januari dan Februari 2024 berturut-turut mencapai 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton turun menjadi 2,20 ribu ton pada Maret 2024 dan 2,67 ribu ton pada April 2024.

Sementara itu, impor tekstil juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024.

“Demikian juga jika membandingkan data impor secara tahunan. Terjadi penurunan impor pakaian jadi yang sebelumnya sebesar 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024,” ujarnya.

Namun, ketentuan Permendag tersebut direlaksasi karena menyebabkan ribuan kontainer menumpuk di pelabuhan. Pemerintah kemudian memberi relaksasi perizinan impor melalui penerbitan Permendag No.8/2024, yang pokok-pokok kebijakannya mengatur relaksasi impor untuk tujuh kelompok barang, yaitu elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi, tas, serta katup.

Agus kembali menyinggung ketidakkonsistenan pernyataan dan kebijakan Sri Mulyani mengenai pembatasan perdagangan sebagai penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil.

“Padahal, pemberlakuan lartas melalui pemberian pertimbangan teknis (Pertek) untuk impor merupakan salah satu langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk yang merupakan pesaing dari produk-produk dalam negeri di pasar domestik, mengingat kebijakan-kebijakan pengendalian terhadap impor produk hilir tersebut lamban ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan,” katanya.


 

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Kebijakan Perdagangan Internasional dan Tujuannya yang Harus Diketahui
Pengertian Negosiasi, Tujuan, dan Manfaatnya Bagi Bisnis
Ini Pengertian, Peran, Jenis dan Contoh Kreditur
Pengertian Ekonomi Mikro, Pahami Komponen serta Teorinya
Menabung atau Investasi? Ini Kelebihan dan Kekurangannya
Cara Daftar NPWP Secara Online dan Datang Langsung 2024