Jakarta, FORTUNE - Indusrtri Asuransi diimbau untuk berhenti memanipulasi data laporan atau praktik window dressing agar tidak tersandung kasus Kejahatan keuangan. Seperti diketahui, sejumlah oknum asuransi kerap kali melakukan tindakan ilegal itu untuk mendapatkan keuntungan finansial, seperti pencucian uang, penipuan, hingga penggelapan.
Kondisi itu yang menyebabkan terjadinya kasus financial crime di Indonesia, seperti Asuransi Jiwasraya, Kresna Life, Wanaartha Life, AJB Bumiputera, hingga Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.
“Sudahilah upaya menyembunyikan fakta atau window dressing, karena kita kini sudah punya aktuaris, kita punya laporan manajemen, kita punya segala macam aturan investasi,” ujar pengamat asuransi, Reza Ronaldo dalam Webinar Infobank ‘Hati-hati Modus Financial Crime di Sektor Keuangan’ di Jakarta, (13/8).
Waspadai modus benifical owner di asuransi
Salah satu kasus yang juga tengah menjadi perhatian publik adalah benificial owner atau pemilik manfaat, yakni orang yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung.
Menurut Pengamat dan Ahli Hukum Keuangan Yunus Husein, modus beneficial owner telah terjadi dalam kasus Kresna Life. Menurut Yunus, pemilik Kresna Life Michael Steven merupakan sosok beneficial owner yang merugikan nasabah.
“Jadi kalau mau cari financial crime, jangan cari perusahaannya saja. Kejar orang di balik perusahaannya, kejar si Michael, dia ini sebagai beneficial owner yang mengendalikan segala-galanya, dia yang bermain, dia yang memanfaatkan perusahaan itu,” kata Yunus.
Sebagai catatan, pemilik Grup Kresna Michael Steven ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas perkara yang menyangkut PT Kresna Sekuritas. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, MS masih dapat memenangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Lebih jauh dia menjelaskan, buronan yang mengajukan gugatan dalam perkara pidana maupun perdata telah melanggar prinsip Fugitive Disentitlement Doctrine. Dia dianggap tidak menghargai pengadilan.
Masih ada celah hukum dalam penanganan kasus Kresna Life
Di lain sisi, Yunus juga mengkritisi terkait dengan administrasi pengawasan di sektor asuransi yang tidak sebaik administrasi pengawasan di sektor perbankan.
“Karena kurang rapinya administrasi ini bisa dijadikan celah-celah mengajukan gugatan di PTUN. Tapi, dalam kasus ini, saya lihat celahnya bukan gara-gara administrasi, tapi ada faktor lain yang tidak jelas. Masa buronan bisa menang berkali-kali,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Pujiyono Suwadi menilai dalam kasus Kresna Life diperlukan penegakan hukum yang cermat, terutama para pengadil di PTUN. Jika tidak, akan berujung pada preseden buruk.
“Di PTUN itu seperti pra peradilan, yang diadili adalah alat-alat bukti yang sifatnya formil. Makanya, kecermatan administrasi dari pembuat kebijakan harus strict betul. Terkait dengan Kresna Life, hal-hal formil ini tidak dipatuhi, ya jadinya persoalan,"ujarnya.
Pujiyono menilai, OJK sudah sesuai prosedur dalam menangani kasus Kresna Life. Sejumlah tahapan telah ditempuh, hingga akhirnya menutup izin usaha Kresna Life. Lalu, bagaimana solusi dari kasus Kresna Life yang masih bergulir di meja hijau?
Menurut Pujiyono, poin pentingnya adalah keberanian aparat hukum yang diawali dari OJK. “Keputusan PTUN sebagian besar dalam eksekusinya bisa disiasati. Banyak putusan PTUN yang menang di atas kertas. Tinggal bagaimana keberanian tim hukum OJK,” jelasnya.
Solusi selanjutnya, kata Pujiyono, jika OJK ingin melakukan intervensi dalam kasus Kresna Life, bisa ‘dilarikan’ pada kasus korupsi. Dengan begitu, aparat penegak hukum lain bisa terlibat dalam kasus ini.