Waspada, Bank Dunia Ingatkan Ancaman Resesi Dunia
Ini dilatarbelakangi perang Rusia-Ukraina dan lockdown Cina.
Jakarta, FORTUNE – Bank Dunia memberi peringatan kepada semua negara untuk bersiap menghadapi resesi global yang mengancam perekonomian dunia. Beberapa peristiwa yang melatarbelakangi kondisi ini di antaranya perang Rusia-Ukraina dan kebijakan lockdown di Cina.
Presiden Bank Dunia, David Malpass, mengatakan bahwa resesi ini terjadi akibat invasi Rusia ke Ukraina yang berdampak pada kenaikan harga pangan, energi, dan pupuk. “Saat kita melihat PDB (Pendapatan Domestik Bruto) global, sulit sekarang untuk melihat kita menghindari resesi,” ujarnya seperti dikutip dari BBC International, Kamis (26/5).
Menurut Malpass, kebijakan lockdown pada Maret-April 2022 yang diterapkan Pemerintah Cina di beberapa kota besarnya–seperti Shanghai–juga memperlambat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Perlambatan ini pun berdampak kepada perekonomian dunia secara umum.
Krisis energi di Eropa
Terkait krisis energi, Malpass berpendapat bahwa banyak negara Eropa yang masih terlalu bergantung pada minyak dan gas asal Rusia. Hal ini terjadi akibat upaya negara Barat yang mengurangi ketergantungan energi pada Rusia, ditambah kebijakan Negeri Beruang Merah itu memangkas pasokan gas yang menyebabkan perlambatan substansial di wilayah tersebut.
Bahkan, Jerman yang merupakan negara Eropa dengan ekonomi terbesar, sudah mulai terbebani dengan harga energi yang semakin tinggi di Eropa. Situasi ini pun memberikan dampak luas pada kawasan lain, seperti negara-negara berkembang yang mulai mengalami kekurangan pupuk, makanan, dan energi.
Ekspektasi pertumbuhan ekonomi Cina berkurang
Sementara itu, Malpass berpendapat bahwa penutupan sebagian wilayah strategis di Cina, akibat Covid-19 yang merebak kembali telah berdampak pada sektor keuangan, manufaktur, dan pengiriman di negara tersebut. Sebagian besar perekonomian di negara tersebut pun terganggu, mulai dari produsen hingga pengecer.
“Cina sudah mengalami beberapa kontraksi real estat, sehingga perkiraan pertumbuhan Cina sebelum invasi Rusia telah melunak secara substansial untuk 2022. Kemudian, gelombang Covid menyebabkan penguncian yang semakin mengurangi ekspektasi pertumbuhan untuk Cina,” ujar Malpass.
Cina lebih terpukul daripada 2020
Sebelumnya, Perdana Menteri Cina, Li Keqiang mengatakan bahwa negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu terpukul lebih keras oleh kebijakan lockdown baru-baru ini daripada pada awal pandemi 2020 lalu.
“Kemajuannya tidak memuaskan. Beberapa provinsi melaporkan bahwa hanya 30 persen bisnis yang telah dibuka Kembali. Rasionya harus dinaikkan menjadi 80 persen dalam waktu singkat,” katanya.