PM Inggris Boris Johnson Mundur, Ini Sejumlah Dugaan Penyebabnya
Banyak skandal yang iringi pemerintahan Boris Johnson.
Jakarta, FORTUNE – Boris Johnson menyampaikan pengunduran diri resmi dari jabatan Perdana Menteri Inggris. Hal ini ia lakukan setelah rangkaian masalah politik yang menyebabkan banyak menteri di kabinetnya mengundurkan diri.
“Saya tahu bahwa akan ada banyak orang yang lega dan mungkin tidak sedikit yang juga akan kecewa. Saya ingin Anda tahu betapa sedihnya saya, karena harus melepaskan pekerjaan terbaik (PM Inggris) di dunia," ujar Boris tanpa meminta maaf, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (7/7).
Dalam pernyataannya, Johnson menyatakan proses pemilihan pemimpin baru harus dimulai sekarang dan jadwalnya akan dimumkan minggu depan. “Hari ini, saya telah menunjuk sebuah kabinet untuk bertugas, seperti yang akan saya lakukan, sampai pemimpin baru itu ada,” katanya di depan pintu kantor, Downing Street 10.
Di hadapan para pendukungnya, Johnson berkata, “Sekarang jelas keinginan Partai Konservatif parlemen, bahwa harus ada pemimpin baru partai itu dan oleh karena itu perdana menteri baru."
Beberapa skandal yang mengiringi pemerintahan Johnson
Mundurnya Johnson tak lepas dari rangkaian skandal yang mengiringi karirnya sebagai PM Inggris. Yang terbaru, adalah pengunduran diri masal jajaran menterinya akibat informasi palsu tentang tuduhan pelecehan seksual di masa lalu yang menyeret salah satu kolega Johnson di Parta Konservatif, Christopher Pincher.
Kantor Johnson pada awalnya mengatakan bahwa Johnson tidak mengetahui tuduhan spesifik tersebut. Namun, mantan pegawai senior Simon McDonald menulis surat yang menyatakan bahwa dirinya sudah menyelidiki tuduhan itu pada 2019 dan semakin memperkuat pengaduan tersebut.
Johnson juga diduga pernah terlibat dalam skandal pesta yang diadakan di Downing Street, hingga melanggar aturan pembatasan Covid-19. Kasus ini berujung permintaan maaf Johnson pada Ratu Elizabeth II dan hukuman denda yang harus ia tanggung.
Terkait dengan Partai Konservatif yang menjadi naungannya, Johnson pun tidak bisa mengelak pada berbagai permasalahan yang diperbuat oleh para koleganya, mulai dari pelecehan seksual, kasus advokasi berbayar Owen Paterson, sampai masalah renovasi rumah dinas Downing Street secara tidak transparan.
Belum lagi beberapa isu ekonomi yang dikaitkan pada Johnson. Dalam kepemimpinannya, Inggris mengalami sejumlah krisis, terutama inflasi yang naik hingga 9,1 persen dan berdampak pada persoalan lainnya. Pemerintah akhirnya memutuskan pemotongan bea bahan bakar hingga 5 pence per liter. Selain itu, ada juga kenaikan pungutan program asuransi nasional hingga 1,25 pence.
Pengunduran diri para menteri dan desakan untuk mundur
Selama menjabat PM Inggris, Boris Johnson dikenal unik dan penuh dengan kontroversi. Namun puncaknya memang pada saat sebagian besar menteri di jajaran pemerintahan PM Boris Johnson mengundurkan diri akibat berbagai skandal terkait dirinya.
Mengutip laporan CNN (8/7), jajaran pemerintahan Johnson yang mengundurkan diri hampir mencapai 60 orang, mulai dari menteri keuangan, sampai pejabat sekelas utusan perdagangan.
Dengan demikian, Johnson dinilai tidak lagi memiliki kekuatan dalam pemerintahan. Bahkan, Nadhim Zahawi, menteri keuangan yang baru saja diangkat untuk menggantikan Rishi Sunak, secara terbuka langsung mendesak Johnson untuk mundur. Dorongan ini juga datang dari Menteri Pertahanan, Ben Wallace.
Tanggapan beberapa negara lain
Beberapa negara pun langsung bereaksi terhadapa pengunduruan diri Johnson. Sekutu terdekat, Amerika Serikat menyatakan tetap melanjutkan kerja sama dengan pemerintahan Inggris, terutama terkait perang Ukraina-Rusia. “Mempertahankan pendekatan yang kuat dan bersatu untuk mendukung rakyat Ukraina saat mereka membela diri terhadap perang brutal Putin terhadap demokrasi mereka, dan menahan Rusia,” kata Presiden Amerika Serika, Jow Biden, seperti dilansir Straits Times (7/7).
Sementara itu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengungkapkan kesedihannya atas pengunduran diri Johnson. “Kami semua menyambut berita ini dengan sedih. Bukan hanya saya, tetapi juga semua masyarakat Ukraina yang sangat bersimpati dengan Anda,” ujarnya seperti dikutip kantor kepresidenan Ukraina dari percakapan dengan Johnson via telepon.
Rusia juga menanggapi pengunduran diri Johnson dengan sedikit sarkas. “Kami berharap suatu hari nanti di Inggris Raya akan ada lebih banyak orang profesional yang dapat membuat keputusan melalui dialog,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov. “Tapi saat ini ada sedikit harapan untuk itu."
Sebagai negara tetangga, Perdana Menteri Irlandia, Michael Martin, mengatakan bahwa keputusan Johnson untuk mundur adalah kesempatan untuk mengatur ulang hubungan yang kacau antara Dublin dan London belakangan ini. “Kami sekarang memiliki kesempatan untuk kembali ke semangat kemitraan sejati dan saling menghormati yang diperlukan untuk mendukung pencapaian Perjanjian Jumat Agung,” kata Martin.