Tuai Pro Kontra, Pemerintah Bakal Evaluasi Tarif Taman Nasional Komodo
Peningkatan ekonomi dan konservasi di TNK harus seimbang.
Jakarta, FORTUNE – Pemerintah akan mengevaluasi penerapan tarif masuk baru Taman Nasional Komodo (TNK)–Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan di sekitarnya–sebesar Rp3,75 juta per orang, menyusul banyaknya penolakan dari pelaku usaha pariwisata.
Sebagai bentuk penolakan,pelaku bisnis pariwisata di sekitar kawasan melakukan aksi mogok kerja hingga berujung ricuh. “Nanti kita akan lihat lagi, karena memang ada konservasi dan rehabilitasi yang dilakukan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon), Airlangga Hartarto, dalam keterangan, Kamis (4/8).
Airlangga mengatakan,pemerintah juga masih harus mempertimbangkan pembatasan wisatawan yang akan berkunjung ke TNK yang jadi salah satu destinasi super prioritas tersebut. “Tentu kita akan perhatikan dan akan kita bahas dengan kementerian teknis,” katanya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menetapkan harga tiket masuk TNK dari yang semula Rp150.000 per pengunjung menjadi Rp3,75 juta mulai 1 Agustus yang pemberlakuan setahun penuh.
Unjuk rasa tolak kenaikan harga
Namun, kebijakan ini menuai beragam penolakan pelaku usaha pariwisata. Mereka berunjuk rasa dengan melakukan mogok kerja, dalam upaya menolak kebijakan penerapan biaya kontribusi konservasi di TNK. Aksi yang awalnya berjalan tertib, berakhir dengan beberapa insiden.
Kepada Fortune Indonesia, Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Labuan Bajo, Ignasius Suradin menceritakan bahwa pada awalnya kegiatan yang dilakukan adalah dalam bentuk aktivitas bersih-bersih dan pemungutan sampah.
“Tetapi kemarin siang, sekitar jam 1-2an, teman-teman kami ditangkap sebagian, dengan cara-cara yang sadis. Dipukul, ada yang dipukul pakai senjata, kemudian teman-teman yang bersolidaritas di depan Polres, dipukul aparat sampai luka-luka,” kata Ignas, Selasa (2/8).
Tak perlu buru-buru dalam tetapkan kebijakan
Sementara, Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menyampaikan bahwa pelaku usaha selalu mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam menerapkan kebijakan, seperti kenaikan tarif atau penutupan obyek wisata. Apalagi, sektor ini baru mencoba bangkit dari keterpurukan selama pandemi Covid-19.
"Tidak bisa, perencanaan hanya dalam 1-2 bulan, kemudian langsung ditutup. Misalnya reservasi dilakukan sekarang, biasanya mereka berangkatnya bisa tahun depan atau enam bulan kemudian,” kata Maulana kepada Fortune Indonesia, Rabu (3/8).
Hal ini menjadi lebih krusial, mengingat para pengunjung yang berminat ke TNK dan Labuan Bajo adalah wisatawan mancanegara, yang merencanakan bepergian antarnegara dari jauh-jauh hari. Jadi, bisa dikatakan kebijakan konservasi ini diproses dan diberlakukan pada saat pemesanan paket wisata sudah berjalan.
Konservasi dan peningkatan ekonomi harus seimbang
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan bahwa upaya konservasi dan peningkatan ekonomi sektor pariwisata di Labuan Bajo harus seimbang. “Yang konservasi, kemarin sudah sepakat semuanya di Pulau Komodo dan di Pulau Padar. Untuk wisatawan, diberikan di Pulau Rinca sehingga ini kita benahi untuk wisatawan dan juga untuk komodonya,” ujar Presiden (22/7).
Presiden menekankan dari kebijakan baru ini harus memberikan timbal balik bagi masyarakat setempat. “Hanya simpel seperti itu, jangan dibawa ke mana-mana. Karena pegiat-pegiat lingkungan, pegiat-pegiat konservasi juga harus kita hargai," kata Presiden.