Tokoh Pencetus Glasnost-Perestroika, Mikhail Gorbachev Tutup Usia
Glasnost-Perestroika dipuji barat, bencana bagi Uni Soviet.
Jakarta, FORTUNE – Pemimpin Uni Soviet terakhir yang mencetuskan kebijakan Glasnost-Perestroika, Mikhail Gorbachev, meninggal dunia pada usia 91 tahun, Selasa (30/8), di Moskow, Rusia.
“Mikhail Gorbachev meninggal malam ini setelah penyakit serius dan berkepanjangan,” ujar seorang sumber Rumah Sakit Klinis Pusat Rusia, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (31/8).
Kantor berita Tass menyebutkan, Gorbachev akan dimakamkan di Pemakaman Novodevichy Moskow, di samping makam sang istri Raisa, yang meninggal pada 1999. "Gorbachev meninggal secara simbolis ketika pekerjaan hidupnya, kebebasan, secara efektif dihancurkan oleh Putin," kata Andrei Kolesnikov, rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace.
Gorbachev adalah salah satu tokoh penting dalam mengakhiri perang dingin tanpa pertumpahan darah. Di sisi lain, ia dinilai gagal dalam mencegah runtuhnya Uni Soviet.
Gorbachev menjalin kesepakatan pengurangan senjata dengan Amerika Serikat dan membangun kemitraan dengan negara-negara barat untuk menghapus Tirai Besi yang membagi Eropa sejak Perang Dunia kedua berakhir. Atas kebijakannya menghentikan Perang Dingin dan mewujudkan perdamaian dunia, Gorbachev mendapat penghargaan Nobel Perdamaian pada 1990.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, pernah menyebut keruntuhan Uni Soviet ini sebagai bencana geopolitik ‘terbesar’ di abad ke-20. Namun demikian, ia juga menyampaikan ungkapan belasungkawa terdalam atas meninggalnya Mikhail Gorbachev, sang pencetus Glasnost Perestroika.
Glasnost-Perestroika
Pada 1986, Mikhail Gorbachev yang saat itu menjabat sebagai sekretaris jenderal dari Communist Party of Soviet Union (CPSU), menghadirkan sebuah konsep baru dalam pemerintahan Uni Soviet dengan kebijakan Glasnost-Perestroika.
Konsep Glasnost adalah sebuah pemikiran yang mengacu pada keterbukaan pemerintah Uni Soviet kepada masyarakat. Soviet merupakan negara dengan ideologi komunisme yang cukup tertutup atas segala sesuatu yang terjadi di negaranya, tak hanya pada negara lain, bahkan bagi masyarakatnya sendiri.
Sedangkan, konsep Perestroika adalah sebuah Gerakan reformasi politik yang akhirnya membawa Uni Soviet menerapkan sistem ekonomi Barat dan mengusung pemerintahan yang lebih demokratis. Saat itu, Gorbachev berpendapat restrukturisasi dibutuhkan untuk menyelamatkan perekonomian Uni Soviet yang sedang dilanda krisis.
Oleh negara barat, kebijakan Glasnost-Perestroika yang diusung oleh Gorbachev ini dianggap sebagai kemajuan besar, mengingat Perang Dingin yang terjadi usai Perang Dunia ke-2 berakhir. Namun, bagi Uni Soviet sendiri, pembaharuan kebijakan politik, ekonomi, hingga sistem kenegaraan yang lebih terbuka ini justru menjadi awal dari keruntuhan negara Tirai Besi tersebut.
Akhir dari Uni Soviet
Melansir penjelasan di situ Zenius, Demokrasi tak selamanya berujung positif pada sebuah negara, meski awalnya diterapkan untuk meningkatkan perekonomian negara tersebut. Uni Soviet pada saat menerapkan Glasnost-Perestroika usulan Gorbachev, sudah terlanjur berada dalam perekonomian yang anjlok, sehingga konsep ini sudah terlalu berat untuk memulihkan kondisi Uni Soviet pada saat itu.
Kepala kantor protokol Gorbachev saat ia memimpin Soviet, Vladimir Shevchenko, mengatakan bahwa era Gorbachev adalah era perestroika, era harapan, era dunia bebas rudal. “Tapi ada satu kesalahan perhitungan: kita tidak mengenal negara kita dengan baik,” ujarnya kepada Reuters.
Inflasi melonjak, bahkan pemerintah sampai berinisiatif menghapuskan tabungan masyarakat yang jumlahnya sedikit. Gejolak masyarakat pun terjadi dan berujung perpecahan negara-negara Soviet hingga menjadi seperti saat ini, Rusia dan Ukraina adalah beberapa negara pecahan yang terbentuk.
"Dia memberi kami semua kebebasan, tetapi kami tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan itu," kata ekonom liberal Ruslan Grinberg, dalam pemberitaan Reuters.