NEWS

Pandemi Covid-19 Masih jadi Kedaruratan Global, Ini Upaya Pemerintah

Kebijakan itu adalah protokol kesehatan, 3T, dan vaksinasi.

Pandemi Covid-19 Masih jadi Kedaruratan Global, Ini Upaya PemerintahVaksin penguat menjadi satu upaya menekan kasus kematian dari Covid-19. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
02 March 2022

Jakarta, FORTUNE – Pandemi Covid-19 hingga kini masih ditetapkan sebagai kondisi kedaruratan global. Pemerintah menggunakan sejumlah instrumen kebijakan adaptif dan progresif dalam penanganan pandemi Covdi-19.

"Sehingga dapat menghantarkan kita melahirkan kebijakan yang progresif menuju Indonesia yang semakin mampu hidup menjalani transisi menuju masyarakat produktif aman COVID-19," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan di Graha BNPB, Selasa (1/3/2022) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Dengan status kedaruratan global, masyarakat diharapkan dapat lebih adaptif terhadap perkembangan situasi yang ada. Pemerintah juga perlu untuk terus menetapkan berbagai kebijakan yang progresif, agar masyarakat bisa tetap produktif yang aman dari Covid-19 secara berkelanjutan.

Wiku menambahkan, sikap adaptif dan progresif merupakan acuan strategi Pemerintah dalam mengambil berbagai langkah kebijakan.

“Hal ini menjadi modal kuat agar pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat, seiring adanya perubahan tren kasus, perkembangan varian, manifestasi gejalanya, serta perubahan kemampuan masyarakat hidup berdampingan dengan Covid-19,” ujar Wiku dalam konferensi pers, Selasa (1/3).

Untuk itu, pemerintah terus melakukan penyesuaian strategi penanganan Covid-19 dengan berdasar pada 3 instrumen pengendalian utama, yakni penetapan protokol kesehatan sesuai analisis situasi, upaya 3T (Tracing, Testing, Treatment) yang spesifik di tiap daerah, serta pemenuhan kebutuhan vaksinasi untuk semua.

"Dengan penjelasan ini, masyarakat diharapkan punya visi dan semangat yang sama untuk memperbaiki kondisi pandemi Covid-19 secepatnya secara efektif," tutur Wiku.

Kebijakan pengetatan masyarakat

Dalam hal pengetatan kebijkan, pemerintah menurutnya selalu menrapkan berdasarkan analisis situasi. Misalnya, dalam situasi pandemi, pemerintah membuka sektor sosial ekonomi secara bertahap dengan monitoring yang cukup ketat.

“Pertimbangan aktivitas masyarakat di waktu rentan seperti periode libur panjang, akan dipertimbangkan untuk menghasilkan kebijakan ‘gas-rem’ yang tepat, sehingga penyesuaian kebijakan sulit untuk dihindari ke depannya,” kata Wiku.

Demikian juga dengan mekanisme skrining kesehatan bagi para pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).

“Terkini, pemerintah akan segera menetapkan diberlakukannya pemangkasan durasi karantina sesuai riwayat vaksinasi dan segera disusul dengan produk hukum yang akan memperjelas implementasinya,” ucapnya.

Penerapan 3T secara spesifik

Wiku mengatakan, kebijakan 3T akan diterapkan secara spesifik dengan menyesuaikan kerentanan daerah dan sub-populasi tertentu. “Pemerintah akan melakukan 3T sedini mungkin dan memperhatikan karakteristik gejala, untuk varian yang paling banyak tersebar di komunitas,” ungkapnya.

Kebijakan 3T dilakukan dengan menyesuaikan fasilitas kesehatan sesuai tingkat kedaruratan. Daerah dengan kasus yang tinggi diminta untuk menyiapkan 2-3 kali lipat fasilitas isolasi terpusat dari kebutuhan riil di lapangan. Hal ini dilakukan demi menekan angka kematian.

“Ketiga, mengukur kekebalan masyarakat yang telah terbentuk melalui sero survey pada daerah tertentu, khususnya dengan cakupan vaksinasi dan infeksi yang tinggi. Hasil ini dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan berbasis bukti,” ujar Wiku.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.