Sumbangan Dana Lingkungan Tak Selalu Dimanfaatkan Optimal
Organisasi tidak selalu fokus pada penurunan emisi karbon.
Jakarta, FORTUNE – Mayoritas sumbangan uang masyarakat yang dihimpun oleh sejumlah badan amal lingkungan diperuntukkan hanya untuk segelintir organisasi. Begitu temuan Carbon Switch, lembaga yang berfokus pada penyediaan data riset sebagai panduan untuk membantu masyarakat hidup secara berkelanjutan. Masalahnya, organisasi nirlaba, dan isu-isu yang diperjuangkannya, tidak selalu berfokus pada upaya-upaya krusial dalam menurunkan emisi karbon.
Carbon Switch menggunakan data pengembalian pajak dan hibah yayasan untuk melukiskan gambaran pemberian amal di Amerika Serikat (AS). Data ini didapat pada saat Giving Tuesday—momen saat masyarakat AS memberikan sumbangan.
Melengkapi analisis, Carbon Switch melihat pengembalian laporan reguler yang dikumpulkan Giving International, sebuah organisasi yang mendata seluruh amal setiap tahunnya. Analisis juga memanfaatkan lebih dari 65.000 data pengembalian pajak dari kelompok nirlaba lingkungan yang dihimpun ProRepublica.
Laporan The Giving International menyebutkan bahwa pada 2020, sumbangan untuk badan amal lingkungan mencapai US$8 miliar. Namun, sedikit sekali pendanaan yang mendukung sektor yang bertanggung jawab atas emisi terbanyak. Banyak di antara masalah iklim paling sulit malah nyaris tidak mendapatkan dukungan filantropi.
Temuan penting
Tiga per empat sumbangan terkumpul ditujukan untuk mendukung permasalahan konservasi tanah. Pelestarian lahan memang merupakan salah satu solusi permasalahan lingkungan. Namun, sektor-sektor intensif karbon lain, serta isu penting keadilan, hanya mendapatkan bagian sisanya.
Organisasi nirlaba keadilan lingkungan hanya menerima antara 25-50 juta dolar AS tahun lalu, meskipun ada perhitungan rasial yang cukup meningkat pada pertengahan tahun. Sedangkan, menurut laporan tersebut, The Nature Conservancy menghasilkan lebih banyak rata-rata sumbangan dalam seminggu ketimbang yang didapat semua organisasi nirlaba keadilan lingkungan dalam setahun.
Sektor industri bertanggung jawab atas 30 persen dari semua emisi gas rumah kaca yang terjadi secara global. Namun, badan amal yang menangani masalah itu hanya menerima 8 persen dana. Lalu, badan amal pangan dan pertanian hanya mendapat 8 persen untuk menangani masalah yang bertanggung jawab terhadap 34 persen emisi global.
Masyarakat belum terlalu peduli pada sektor penting yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca seperti transportasi. Masyarakat cenderung menganggap upaya mengatasi peningkatan emisi adalah tanggung jawab industri tersebut dan tidak membutuhkan peran badan amal untuk dekarbonisasi.
Padahal, perusahaan yang berorientasi pada laba mungkin takkan melakukan dekarbonisasi secepat yang sebenarnya dibutuhkan. Dan seharusnya, organisasi nirlaba bisa masuk ke sana serta melakukan berbagai upaya seperti mengajukan kebijakan yang mendorong para pembuat mobil berinvestasi pada mobil listrik, hingga riset dan pengembangan yang terlalu berisiko untuk dilakukan industri transportasi.
Organisasi nirlaba tidak selalu ‘bersih’
Laporan tersebut menunjukkan bagaimana beberapa organisasi nirlaba beserta tujuannya memiliki dampak sangat besar, dan ada pula yang terkait beban serius. The Nature Conservancy, contohnya, yang bekerja di seluruh dunia pada isu-isu penting, tetapi telah lama dikritik oleh para pencinta lingkungan karena terlalu nyaman dengan para pencemar dan bisnis besar.
The Nature Conservancy menolak untuk memutuskan hubungan dengan BP setelah tumpahan minyak Deepwater Horizon pada 2010, menyusul posisi Chevron serta Duke Energy saat ini sebagai anggota Dewan Bisnis lembaga.
World Wildlife Fund juga melakukan pekerjaan konservasi penting. Namun, investigasi Buzzfeed News menunjukkan dugaan penyiksaan dan pelanggaran hak asasi manusia oleh penjaga hutan. Padahal, organisasi ini melakukan tinjauan internal.