Kegiatan PTM Akan Dihentikan Bila Terjadi Klaster Penularan di Sekolah
PTM diberlakukan untuk mengurangi learning lost pada anak.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Suharti, mengatakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas akan dihentikan sementara bila terjadi klaster penularan Covid-19 di sekolah atau lingkup sarana pendidikan. Kebijakan ini akan diberlakukan menyusul tingginya kasus penularan Covid-19 beberapa hari terakhir.
Data Kementerian kesehatan mencatat, kasus harian Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Dalam 24 jam terakhir atau hingga Rabu (19/1) bahkan terdapat tambahan1.745 kasus baru, sekaligus tertinggi sejak 29 September 2021.
“PTM terbatas dihentikan sementara jika sekurang-kurangnya 14x24 jam bila terjadi klaster penularan Covid-19 di satuan pendidikan, lalu angka positivity rate tes random di atas 5 persen, dan warga satuan pendidikan masuk dalam notifikasi kasus hitam di atas 5 persen,” kata Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti dalam rapat kerja dengan komisi X DPR, Kamis (20/1).
Sistem NAR
Suharti menyampaikan bahwa Kemendikbudristek selalu mengutamakan proses surveillans dalam penyelenggaraan PTM. Sistem QR Code dalam aplikasi PeduliLindungi tidak perlu selalu diterapkan.
“Untuk satuan pendidikan, kita tidak menggunakan QR Code untuk siswa atau guru. QR Code di sekolah hanya untuk tamu dan pendatang, yang lain masuk dalam sistem,” ujarnya.
Kementerian Kesehatan, menurutnya juga memberlakukan sistem New All Record (NAR). Semua kasus positif akan masuk dalam sistem dan jika NIK-nya adalah peserta didik atau guru, maka ada notifikasi langsung ke satuan pendidikan dan dinas, baik pendidikan maupun kesehatan.
Bila setelah dilakukan surveillans dengan hasil bukan klaster PTM terbatas atau positivity rate di bawah 5 persen, maka PTM hanya dihentikan pada kelompok belajar yang memiliki kasus terkonfirmasi Covid-19 saja.
Vaksinasi Sebagai Syarat Utama PTM
Menurut Suharti, vaksinasi jadi syarat utama dalam penyelenggaraan PTM. Bagi guru dan tenaga pendidik yang belum divaksinasi dapat melakukan pemebelajaran jarak jauh (PJJ). Sedangkan, yang menolak untuk vaksinasi saat vaksin tersedia dan kondisi diri memenuhi syarat vaksin, akan diberi sanksi berupa penundaan atau penghentian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintah dan juga denda. Hal ini sebagaimana diatur dalam Perpres 14/2021.
Sebanyak 68 persen satuan Pendidikan, menurut Suharti, sudah dapat melaksanakan PTM 100 persen dengan durasi maksimal 6 jam di kelas. Sementara 31 persen satuan Pendidikan lainnya, melaksanakan 50 persen PTM terbatas dengan durasi maksimal 4 jam pembelajaran di kelas. Hanya 1 persen satuan pendidikan yang masih harus melaksanakan PJJ.
Menghindari Learning Lost
Suharti menjelaskan, PTM terbatas diterapkan untuk menghindari learning lost yang semakin tajam akibat PJJ yang diberlakukan sejak awal pandemi. “Kami ingin semua dapat belajar di sekolah, tapi terhindar dari risiko terpapar Covid-19,” ucapnya.
Alhasil, pemerintah akhirnya kembali memberlakukan PTM terbatas sebagaimana hasil keputusan bersama 4 Kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), dan Kementerian Agama (Kemendag).
“Kami berempat terus berkoordinasi untuk merancang SKB 4 menteri tersebut,” katanya. “Kita ingin setiap Pemda tidak lagi boleh melarang PTM terbatas, sepanjang sudah memenuhi kriteria.”