Rugi Membengkak, Toko Buku Gunung Agung Tutup Seluruh Gerai Akhir 2023
Rugi operasional yang membesar jadi penyebab penutupan.
Jakarta, FORTUNE – Toko Buku Gunung Agung yang berdiri sejak 1953 akan segera menutup seluruh gerainya pada akhir 2023. Manajemen mengungkapkan bahwa perusahaan tak lagi bisa menanggung kerugian atas gerai-gerai yang masih beroperasi hingga saat ini.
"Keputusan ini harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar," tulis Direksi PT GA Tiga Belas dalam keterangan resminya, Minggu (21/5).
Keputusan penutupan tersebut mengikuti rentetan penutupan sejumlah gerai yang sudah dimulai sejak 2020, atau sejak awal pandemi Covid-19 melanda. Meski sudah menempuh berbagai langkah efisiensi dengan menutup sejumlah gerainya di kota besar, seperti Surabaya, Semarang, Bogor hingga DKI Jakarta, namun kerugian usaha tak dapat dihindari, diikuti sulitnya mengerek penjualan.
Hingga kini, gerai Toko Buku Gunung Agung yang tersisa hanya tinggal lima toko, yakni yang terdapat di Universitas Trisakti, Mal AEON Sentul City, Margo City Depok, Senayan City, dan yang paling legendaris di Kwitang 38.
Isu PHK massal
Seiring dengan penutupan gerai, PT GA Tiga Belas juga dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ratusan pekerja secara sepihak. Namun, manajemen perusahaan berdalih, PHK dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Terkait pemberitaan yang beredar, di mana Toko Buku Gunung Agung seolah-olah dianggap telah melakukan PHK massal sebanyak 350 orang secara sepihak dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah tidak benar, karena kami selalu mengikuti pelaksanaan proses efisiensi dan efektivitas usaha sesuai dengan koridor hukum yang berlaku," kata manajemen perusahaan.
Kabar ini juga mendapat tanggapan dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) yang memohon adanya audiensi bersama direksi PT GA Tiga Belas, untuk mencari solusi terbaik bagi seluruh pihak. Namun, ASPEK mengatakan bahwa perusahaan menolak dengan alasan tak memiliki hubungan hukum dengan ASPEK dan menyatakan masalah ini adalah persoalan internal perusahaan.
PT GA Tiga Belas mengatakan bahwa manajemen sudah membalas surat tersebut, namun tak mendapat tanggapan kembali dari ASPEK. “Dalam surat yang kami terima disebutkan bahwa jumlah bekas pekerja Toko Buku Gunung Agung yang menyampaikan tuntutan melalui ASPEK Indonesia kepada kami adalah sebanyak 16 orang, yang kontrak kerjanya telah berakhir pada tahun 2022," tulis manajemen PT GA Tiga Belas.
Sekilas sejarah
Toko Buku Gunung Agung adalah salah satu toko buku legendaris yang cukup populer masyarakat dan mampu bertahan hingga 70 tahun. Pendirinya adalah Tjio Wie Tay yang populer dikenal sebagai Haji Masagung.
Awalnya, Tjio Wie Tay mendirikan perusahaan dagang bersama dua rekannya Lie Thay San dan The Kia Hoat, yang menjual rokok dan bir di Jl. Kramat. Namun, beberapa tahun berdiri, arah perusahaan pun berubah.
Menurut buku Sejarah Perbukuan (2022), beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, permintaan buku di Indonesia sangat tinggi dan hal inilah yang dilihat oleh Haji Masagung sebagai peluang usaha, dengan mendirikan kios buku, majalah, dan koran, dengan nama kemitraan Thay San Kongsie. Animo masyarakat Indonesia pada buku kala itu semakin besar dan membuat Masagung membeli rumah sitaan Kejaksaan di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat, guna dijadikan percetakan kecil-kecilan.
Tak lama, kongsi yang dibangun Tjio bersama kedua rekannya pun pecah, dan ia pun mengubah Thay San Kongsie menjadi sebuah firma dengan nama NV Gunung Agung, pada 8 September 1953. Saat pembukaan, Toko Buku Gunung Agung berhasil memajang sekitar 10.000 buku bermodalkan Rp500.000.
Strategi yang digunakan oleh Haji Masagung untuk membesarkan perusahaanya adalah melalui pameran buku. Bahkan, popularitas Toko Buku Gunung Agung dipercaya Presiden Soekarno untuk menerbitkan sekaligus mendistribusikan buku-buku karyanya. Sejak itu, Toko Buku Gunung Agung semakin besar dengan gerai cabang di berbagai kota di Indonesia, bahkan bisa merambah ke berbagai sektor lain, seperti pariwisata, perhotelan, sampai pertukaran uang.