Jeju Air Jatuh di Korea Selatan, Investigasi Masih Berlangsung
Pesawat membawa 181 penumpang, 179 meninggal dunia.
Jakarta, FORTUNE - Kecelakaan tragis pesawat Boeing 737-800 milik Jeju Air pada Minggu pagi (29/12) di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, menewaskan 179 dari 181 orang penumpang. Dua korban selamat, yang merupakan kru kabin, berhasil diselamatkan dari reruntuhan pesawat yang terbakar.
Pesawat dengan nomor penerbangan 2216 tersebut kembali dari Bangkok, Thailand, membawa enam kru dan 175 penumpang, kebanyakan wisatawan.
Saat mencoba mendarat, pesawat tergelincir dari landasan pacu, menabrak dinding pembatas, dan meledak. Para ahli sedang menyelidiki penyebab kecelakaan. Dugaan awal mengarah pada tabrakan burung dan cuaca buruk.
"Pesawat mengalami masalah mendekati pendaratan, hingga pilot membatalkan upaya pertama karena gangguan burung," kata pejabat transportasi Korea Selatan, mengutip BBC (30/12).
Kronologi kecelakaan pesawat Jeju Air
Mengutip Yonhap, Senin (30/12), dalam konferensi pers yang digelar Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi, pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan penerbangan menyatakan bahwa menara kontrol sempat memberikan peringatan pada pukul 08.57 pagi waktu setempat.
Tak lama kemudian, pada pukul 08.58 pagi, pilot pesawat mengeluarkan panggilan darurat "mayday" dan mencoba mendarat pada pukul 09.00. Namun, tiga menit setelahnya, tepatnya pukul 09.03 pagi, pesawat tergelincir saat melakukan pendaratan tanpa roda.
"Saat mendekati landasan pacu No. 1, menara pengawas memberikan peringatan adanya ancaman burung, dan pilot segera menyampaikan mayday," jelas pernyataan kementerian tersebut.
Menurut para pejabat, menara pengawas mengizinkan pendaratan dari arah berlawanan di landasan pacu. Meskipun demikian, pesawat akhirnya melampaui batas landasan pacu dan menabrak dinding pembatas.
Namun, Geoffrey Thomas, editor Airline News, menyatakan banyak hal dalam kecelakaan ini "tidak masuk akal." Ia menambahkan, "Korea Selatan dan maskapai-maskapainya dikenal sebagai praktik terbaik di industri, dan rekam jejak keselamatan mereka sangat baik."
Gregory Alegi, jurnalis penerbangan, mempertanyakan faktor-faktor teknis dalam kecelakaan ini. "Mengapa pesawat melaju terlalu cepat? Mengapa flap tidak terbuka? Mengapa roda pendaratan tidak diturunkan?" katanya.
Kecelakaan penerbangan terburuk
Insiden ini menjadi kecelakaan penerbangan terburuk bagi Korea Selatan sejak tragedi Korean Air di Guam pada 1997 yang menewaskan lebih dari 200 orang. Ini juga merupakan kecelakaan fatal pertama bagi Jeju Air sejak maskapai berbiaya rendah itu didirikan pada 2005.
Pimpinan Jeju Air memberikan permintaan maaf mendalam dalam konferensi pers pada Minggu. "Kami menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya kepada semua yang terdampak oleh insiden ini. Kami akan melakukan segala upaya untuk menyelesaikan situasi ini," kata perusahaan dalam pernyataan resminya.
Boeing, produsen pesawat 737-800, juga menyatakan turut berduka dan sedang bekerja sama dengan maskapai tersebut untuk mendalami penyebab kecelakaan.
Presiden sementara Korea Selatan, Choi Sang-mok, mengunjungi lokasi kejadian dan menyampaikan belasungkawa. "Saya akan melakukan segala upaya agar para korban terluka dapat segera pulih," katanya.
Dunia penerbangan di akhir 2024 sedang berduka, sebab tak hanya Jeju Air saja yang mengalami kecelakaan. Dalam waktu 24 jam, tercatat tiga Kecelakaan Pesawat di tiga negara berbeda, yaitu Jeju Air di Korea Selatan, Air Canada di Kanada, dan KLM Royal Dutch Airlines di Norwegia. Insiden yang melibatkan Jeju Air dan Air Canada disebabkan oleh masalah pada roda pendaratan, sementara KLM menghadapi kendala pada sistem hidrolik pesawatnya.