Berlaku Awal Tahun Depan, Mendag Rilis Aturan Ekspor Untuk RCEP
Agar para pelaku usaha dapat memanfaatkan implementasi RCEP.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah terus bersiap menyambut implementasi Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang merupakan blok perdagangan terbesar di dunia.
Untuk itu, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56 Tahun 2022 tentang Ketentuan Asal Barang dan Ketentuan Penerbitan Dokumen Keterangan Asal untuk Barang yang Diekspor dari Indonesia Berdasarkan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional). Permendag akan diberlakukan pada 2 Januari 2023.
“Agar para pelaku usaha dapat memanfaatkan implementasi RCEP sebagai blok perdagangan terbesar dunia, sehingga dapat menggenjot perdagangan dan kinerja ekspor nasional ke negara-negara ASEAN dan negara mitra ASEAN melalui pemanfaatan dokumen keterangan asal,” ujar Zulkifli dalam keterangannya, Kamis (29/12).
Aturan ini akan memudahkan pelaku usaha dalam mengimplementasi RCEP, serta untuk meningkatkan kelancaran arus barang ekspor, kata Zulkifli.
Melalui aturan ini juga, pelaku usaha dapat memilih di antara dua jenis dokumen untuk mengeklaim tarif preferensi, yaitu Surat Keterangan Asal (SKA) atau Deklarasi Asal Barang (DAB) yang dapat diterbitkan secara mandiri.
“Hal ini selaras dengan komitmen perdagangan yang fasilitatif. Baik SKA maupun DAB, para pelaku usaha akan mendapatkan keuntungan dari tarif preferensi dengan negara-negara RCEP,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan RCEP melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional) pada 27 September 2022.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, menjelaskan persetujuan RCEP memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan persetujuan dagang lain yang telah dimiliki Indonesia. Salah satunya, persetujuan RCEP menyederhanakan serta memberikan kepastian aturan perdagangan bagi negara-negara anggotanya.
“RCEP dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan integrasinya dalam rantai pasok global, terutama di kawasan,” katanya.
Kawasan RCEP mewakili kurang lebih 30 persen penduduk dunia, 30 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, 27 persen perdagangan dunia, dan 29 persen penanaman modal asing (PMA) dunia.
Sejarah pembentukan RCEP
Persetujuan RCEP merupakan inisiatif Indonesia pada Keketuaan ASEAN 2011. RCEP merupakan konsolidasi dari sepuluh negara anggota ASEAN serta lima negara mitra FTA yaitu Australia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Cina. Inisiatif tersebut muncul untuk merespons desakan dari beberapa Mitra Wicara Free Trade Agreement (FTA), khususnya Cina dan Jepang.
Sebagaimana ASEAN, kedua mitra ini sangat menginginkan agar ASEAN segera membentuk suatu FTA yang melibatkan semua Mitra FTA. Cina, misalnya, menginginkan agar ASEAN membangun FTA dengan sejumlah Mitra Wicara FTA saja, yakni Cina, Jepang, dan Korea. Namun, saat itu Jepang mengusulkan agar FTA yang akan dibentuk melibatkan seluruh Mitra Wicara FTA, yaitu Cina, Jepang, Korea, India, Australia, dan Selandia Baru.
Pada 2011, Indonesia berhasil meyakinkan negara anggota ASEAN lainnya untuk bersama-sama menjadikan inisiatif RCEP ini sebagai inisiatif ASEAN dan menawarkan usulan ini ke seluruh Mitra Wicara FTA tersebut pada November 2011, akhir masa kepemimpinan Indonesia di ASEAN.
Setelah melalui pembahasan bersama yang intensif pada 2012, para Kepala Negara ASEAN dan keenam Mitra FTA mengumumkan bahwa 10 negara ASEAN dan enam Mitra FTA akan memulai perundingan RCEP pada 2013.
Semua negara tersebut juga menyepakati Guiding Principles and Objectives for Negotiating the Regional Comprehensive Economic Partnership sebagai acuan dalam menjalankan perundingan RCEP. Perundingan pertama dimulai pada Mei 2013 di Brunei Darussalam, kemudian secara intensif berlangsung beberapa kali hingga yang terakhir pada November 2020.
Perundingan dipimpin oleh Indonesia, tepatnya oleh Dirjen Perundingan dan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. Indonesia ditunjuk secara aklamasi oleh 15 negara peserta lainnya sebagai Ketua Komite Perundingan RCEP, yang sekaligus juga sebagai Koordinator ASEAN. Pada saat penandatanganan, India tidak terlibat, dan perjanjian hanya diteken 15 negara.