Kemenperin Akan Panggil Kurator Bahas Keberlanjutan Sritex
Keberlanjutan jadi fokus pemerintah terkait nasib Sritex.
Fortune Recap
- Kemenperin akan memanggil kurator Sritex untuk membahas keberlanjutan operasional perusahaan setelah status pailit resmi disandang.
- Febri Hendri Antoni Arif, Juru Bicara Kemenperin, mencari salinan keputusan pengadilan terkait kepailitan Sritex untuk mengetahui apakah disebutkan mengenai going concern.
- Pertemuan dengan kurator direncanakan secepat mungkin, kemungkinan pada awal Januari 2025, untuk membahas langkah apa yang akan diambil pasca-kepailitan.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan memanggil kurator yang menangani kasus kePailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) untuk membahas keberlanjutan operasional perusahaan. Langkah ini dilakukan menyusul status pailit yang resmi disandang perusahaan tekstil tersebut.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan pihaknya sedang mencari salinan keputusan pengadilan terkait kepailitan Sritex.
“Kami ingin melihat apakah dalam salinan keputusan itu disebutkan mengenai going concern. Artinya, apakah kurator akan memperhatikan pengoperasian kembali industrinya atau tidak,” kata Febri kepada media di Jakarta, Senin (30/12).
Menurut Febri, going concern atau keberlanjutan usaha menjadi aspek penting untuk memastikan Sritex tetap bisa berproduksi meskipun dalam status pailit.
“Kami juga akan memanggil kuratornya untuk membahas lebih lanjut. Ini penting agar kami tahu langkah apa yang akan mereka ambil pasca-kepailitan ini,” ujarnya.
Febri mengungkapkan, pertemuan dengan kurator akan dilakukan setidaknya pada awal Januari 2025. “Selambatnya pekan depan. Kami ingin bertanya soal tindak lanjut apa yang akan diambil oleh kurator karena mereka adalah representasi dari kreditur,” jelasnya.
Pantauan terhadap produksi Sritex
Terkait kondisi operasional pabrik Sritex saat ini, Febri menyebut tim Kemenperin telah melakukan kunjungan ke lokasi perusahaan. Namun, ia belum menerima laporan lengkap terkait aktivitas produksi.
“Kami sudah mengirim tim ke sana, tapi laporan mengenai apakah masih ada produksi atau tidak belum kami terima. Ini yang sedang kami dalami, termasuk melalui salinan putusan pengadilan,” katanya.
Namun, keputusan mengenai keberlanjutan operasional Sritex ada di tangan kurator sebagai representasi kreditur.
“Kami mempersilakan kurator untuk menjalankan haknya, tetapi kami tetap ingin memastikan keberlangsungan industri ini, mengingat peran Sritex yang strategis dalam sektor tekstil nasional,” ujarnya.
Sritex, salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, dikenal sebagai pemain utama dalam pasar domestik dan internasional. Dengan status pailit ini, masa depan perusahaan menjadi perhatian utama pemerintah, terutama untuk menjaga stabilitas sektor industri tekstil yang tengah menghadapi tantangan berat akibat berbagai tekanan ekonomi.
Dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), terdapat asas bernama going concern. Pada praktik bisnis, going concern digunakan sebagai parameter dalam memperkirakan kemampuan suatu entitas untuk mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu. Upaya going concern diusulkan kurator kepada hakim pengawas agar aset-aset debitor tetap berfungsi dengan baik dan bernilai.
Seiring dengan status pailit tersebut, Sritex kehilangan hak pengelolaan perusahaan untuk menguasai dan mengurus hartanya.
Sebelumnya, Sritex berniat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pasca Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Sritex terkait putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang.
Dalam putusan penolakan kasasi dengan Nomor Perkara : 1345 K/PDT.SUS-PAILIT 2024 tersebut telah dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi dan dua anggota yakni Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso pada Rabu, 18 Desember 2024.
Mengutip dari laporan keuangan perusahaan per semester I 2024, liabilitas Sritex tercatat US$1,6 miliar atau setara Rp25,12 triliun (kurs Rp15.700). Angka ini terdiri atas liabilitas jangka panjang sebesar US$1,47 miliar dan liabilitas jangka pendeknya tercatat sebesar US$131,42 juta. Lalu ekuitasnya telah mencatatkan defisiensi modal sebesar -US$ 980,56 juta.
Utang bank menjadi salah satu pos yang mengambil porsi paling besar dalam liabilitas jangka panjang Sritex, dengan nilai sebesar US$809,99 juta atau sekitar Rp12,72 triliun. Hingga 30 Juni 2024, tercatat ada 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka panjang atas Sritex.