Mendag Targetkan Harga Kedelai Turun pada Akhir Desember
Harga kedelai naik dalam beberapa bulan ikuti harga global.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, harga kedelai saat ini masih tinggi karena mayoritas diimpor dari Amerika Serikat. Lantaran siklus impor tersebut, stok kedelai menjadi semakin berkurang sehingga harganya di pasar melonjak.
"Kami sudah mensubsidi kedelai dan jagung. Nanti kedelai akan turun harganya di akhir Desember. Presiden sudah menugaskan Bulog untuk mengimpor kedelai sebanyak 350.000 ton," kata Zulkifli dalam keterangannya, Minggu (6/11).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menyiasati kondisi tersebut adalah kementeriannya telah meminta Perum Bulog untuk segera mengimpor kedelai agar pasokan dalam negeri bertambah.
Menurut Zulkifli, Bulog telah mengimpor 350 ribu ton kedelai Amerika Serikat yang harganya akan disubsidi pemerintah hingga Rp3.000 per kilogram begitu didistribusikan ke pengrajin tahu dan tempe.
Butuh waktu untuk menurunkan
Ia mengatakan pemerintah membutuhkan waktu untuk menstabilkan harga kedelai. Jauhnya jarak negara asal impor membuat waktu pengiriman juga melar, yakni 40 sampai 50 hari.
Jadi, kini tidak bisa dipungkiri harga produk-produk berbahan kedelai akan mahal. Namun, dia berjanji pemerintah akan berupaya memberikan subsidi lebih besar dari Rp1.000 per kilogram. "Kita lagi upayakan subsidinya Rp2.000 atau Rp3.000,” ujarnya.
Harga kedelai impor dalam satu bulan terakhir terpantau naik cukup signifikan. Berdasarkan catatan Kemendag, harga kedelai pada periode 4 Oktober hingga 4 November 2022 telah naik Rp500 dari Rp14.300 menjadi Rp14.800 per kilogram (kg). Kenaikan itu secara bulanan setara 3,4 persen.
Berdasarkan perhitungan data prognosa, kebutuhan impor kedelai tahun ini diperkirakan mencapai 2.842.226 ton. Adapun untuk kedelai produksi dalam negeri, proyeksinya hanya mencapai 200.315 ton.
Melalui impor yang masih terus berlanjut, perkiraan pada akhir 2022 akan ada surplus kedelai 250 ribu ton.
Ketergantungan impor tinggi
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia, Dwi Andreas Santosa, mengatakan hingga kini 97 persen kedelai di Indonesia masih bersumber dari impor. Menurutnya, permasalahan kedelai ialah pada mekanisme tata kelola impor. Karena barang didatangkan dari luar negeri, harganya pun bergantung pada harga di tingkat internasional.
"Fluktuasi harga kedelai di tingkat nasional dan tidak bisa dicegah bahwa kenaikan maupun turun harga kedelai di tingkat internasional pasti tertransmisi ke harga kedelai di Indonesia," ujarnya.
Menurutnya Indonesia telah sering mengalami lonjakan harga kedelai. Tahun lalu harganya bahkan sempat melonjak sangat tinggi sehingga perajin tempe dan tahu turun ke jalan untuk melakukan protes dan meminta pemerintah untuk menurunkan harganya. Menurut dia, pemerintah akan terus kesulitan mengatur harga kedelai lantaran tidak memiliki cadangan stoknya.
"Pada akhirnya cara pemerintah mengatasi kenaikan harga kedelai itu hanya sebatas pemberian subsidi kepada perajin tahu tempe," kata Dwi.